Highlight

TIDAK HANYA VISUAL MENAWAN, PENGALAMAN PERJALANAN DI GUNUNG BERAPI INDONESIA TAK TERLUPAKAN

TIDAK HANYA VISUAL MENAWAN, PENGALAMAN PERJALANAN DI GUNUNG BERAPI INDONESIA TAK TERLUPAKAN

Tourism for Us – Pariwisata gunung di Indonesia sudah ada sejak lama dan terus berkembang pesat. Minat masyarakat terhadap wisata gunung tetap tinggi, menjadikannya sebagai salah satu daya tarik utama. Pengelola dan operator tur menawarkan berbagai aktivitas yang semakin beragam, dengan pendakian gunung sebagai salah satu kegiatan yang semakin populer dan terakselerasi pascapandemi COVID-19. Aktivitas pendakian gunung telah bertransformasi dari sekadar hobi dan ekspedisi khusus menjadi sektor ekonomi yang komersial, menarik banyak wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan akhirnya, ikut berkontribusi pada perekonomian lokal. 

Porter di Gunung Rinjani.(Foto: Yun Damayanti)

Sementara bagi wisatawan mancanegara, gunung berapi menjadi salah satu daya tarik yang sangat menggoda, mendorong mereka untuk menjelajahi keindahan alam tersebut. Keinginan untuk mendaki sering kali terbentur kurangnya informasi yang memadai mengenai kondisi gunung, aspek keamanan, peraturan pendakian, serta norma dan budaya lokal yang harus dipatuhi. Selain itu, mereka juga perlu mengetahui ketersediaan operator resmi dan pemandu profesional yang dapat membantu selama pendakian. Sayangnya, banyak dari mereka yang hanya terpapar oleh gambar-gambar menawan di media sosial tanpa memahami tantangan yang sebenarnya.

Perkembangan sektor pariwisata gunung di Indonesia tampaknya tidak sejalan dengan perhatian yang memadai terhadap pengelolaannya. Kecelakaann saat pendakian gunung, misalnya, telah menjadi hal yang biasa dan sering dianggap bagian dari rutinitas, businees as usual. Sayangnya, data mengenai jumlah kecelakaan, baik korban selamat maupun yang berujung pada kematian, hampir tidak pernah dipublikasikan secara terbuka. Hal ini menunjukkan kurangnya transparansi dan perhatian terhadap aspek keamanan dan keselamatan, yang merupakan elemen krusial dalam industri pariwisata. Sikap acuh tak acuh ini menciptakan kesan bahwa para pemangku kepentingan di Indonesia tidak serius dalam mengelola pariwisata gunung, yang semestinya menjadi prioritas untuk memastikan pengalaman yang aman dan menyenangkan bagi para pendaki.  

APGI dan FMI: Evaluasi dan perbaiki tata kelola pendakian gunung di Indonesia

Pada pekan yang sama dengan kecelakaan yang dialami seorang wisatawan Brazil di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, di Gunung Salak, Jawa Barat dan Gunung Muria, Jawa Tengah juga terjadi kecelakaan dalam pendakian. Dalam pernyataan tertulis, Federasi Moutaineering Indonesia (FMI) mengatakan bahwa keselamatan adalah prioritas dalam setiap aktivitas di gunung. Federasi mengajak seluruh komunitas pendaki, pengelola kawasan, dan pemangku kepentingan untuk bersama-sama mewujudkan ekosistem pendakian yang aman, edukatif, dan bertanggung jawab.

FMI menyatakan siap membantu dan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan pengelola kawasan pendakian dalam menyusun dan memperkuat standar operasional prosedur (SOP) keselamatan pendakian. Kolaborasi ini mencakup evaluasi jalur pendakian, penempatan rambu-rambu peringatan, penyusunan panduan teknis keselamatan, penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) lokal dalam penanganan darurat, serta peningkatan infrastruktur pendukung untuk mencegah dan menangani insiden serupa di masa depan.

Sementara, Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), juga dalam pernyataan tertulis, menyatakan bahwa sebagai asosiasi pemandu gunung memiliki komitmen dan tanggung jawab dalam mengembangkan SDM pemandu wisata gunung profesional, guna menciptakan ekosistem wisata pendakian gunung yang berkualitas di Indonesia.

APGI juga mengingatkan kepada seluruh anggota pada khususnya, serta para pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan aktivitas pendakian gunung yang aman dan nyaman.

Ketua Umum APGI Rahman Mukhlis mengatakan bahwa idealnya semua yang berprofesi sebagai pemandu gunung itu terdidik, terlatih, memiliki sertifikat kompetensi, tergabung di asosiasi, dan konsisten menjaga kompetensinya.

Selain itu, Rahman mengungkapkan bahwa APGI akan mengadakan webinar terkait evaluasi untuk para pemandu gunung, khususnya anggota APGI, dari kejadian kecelakaan tragis yang dialami oleh wisatawan Brazil di Rinjani. Kemudian, program latihan rutin akan dilaksanakan di setiap provinsi.

APGI pun berencana menggelar focus discussion group (FGD) lintas sektoral bersama pemangku kepentingan lain, guna membahas pengembangan dan perbaikan tata kelola wisata gunung dalam berbagai aspek.

Buddy System, konsep wisata pendakian yang harus diketahui dan dipahami oleh setiap operator tur dan agen perjalanan wisata

Rahman menerangkan bahwa dalam perjalanan wisata pendakian (komersial), prinsip buddy system perlu dilakukan yakni rasio pemandu-pemandu, pemandu-peserta, dan peserta-peserta. Berdasarkan pengalamannya, rasio ideal adalah satu orang pemandu menangani lima peserta, dan dibantu oleh dua orang porter.

‘’Menyesuaikan juga dengan kondisi tim, jalur pendakian, paket wisata yang diambil, dan lain-lain, terkait strategi pendakiannya. Rasio pemandu, peserta, dan porter itu dinamis, banyak faktor yang mempengaruhinya,’’ ujar Rahman.

Untuk perjalanan ke puncak, ada tambahan pemandu lain, atau bisa juga melibatkan porter guna membantu pendampingan. Rasio seorang pemandu menangani enam peserta menuju puncak, apalagi dengan medan seekstrim di Rinjani, menurutnya, itu kurang ideal.

Kemudian, dalam menghadapi kendala yang dialami oleh peserta saat pendakian, seorang pemandu mengecek bagaimana kondisinya, apakah cukup dengan beristirahat dan dapat melanjutkan perjalanan sampai ke puncak, atau harus diturunkan.

‘’Pemandu juga harus bisa melakukan penilaian, memutuskan tindakan apa yang mesti dilakukan, dan lain-lain. Hal-hal semacam ini perlu dijadikan bahan evaluasi juga bagi pemandu gunung dan operator trekking,’’ katanya.

Kawah Gunung Ijen. (Foto: Yun Damayanti)

Karena gunung berapi di Indonesia tawarkan pengalaman unik yang sulit ditemukan di tempat lain

Hanya ada 79 negara yang memiliki gunung berapi di seluruh dunia, menurut laporan Smithsonian Institution Global Volcanism Program. Indonesia berada di urutan ketiga sebagai negara yang mempunyai gunung berapi terbanyak di dunia dengan 139 gunung berapi. Sedangkan posisi pertama ditempati Amerika Serikat yang memiliki 173 gunung api dengan 161 gunung berstatus aktif, dan Rusia yang memiliki 166 gunung berapi dengan 29 gunung aktif.

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif yang tersebar di seluruh Nusantara. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 69 gunung aktif yang secara aktif dipantau oleh PVMBG. Aktivitas gunung berapi di Indonesia sangat dinamis.

Gunung Krakatau, Gunung Tambora, dan Gunung Samalas (induk Gunung Rinjani) dikenal karena erupsi dahsyatnya yang tercatat dalam sejarah dunia. Sementara itu, Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah-D.I. Yogyakarta, diakui sebagai salah satu gunung berapi paking aktif di dunia hingga saat ini.  

Ada beberapa faktor yang membuat gunung berapi di Indonesia menarik bagi wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara: menawarkan keindahan alam yang spektakuler dengan kawah yang indah, danau vulkanik, dan pemandangan matahari terbit yang menakjubkan; pengalaman unik seperti melihat aktivitas vulkanik dan fenomena alam; keanekaragaman hayati yang tinggi dengan spesies flora dan fauna endemik di trek pendakian; serta nilai budaya dan sejarah yang tinggi dengan banyak cerita rakyat dan legenda terkait gunung tersebut.

Berikut ini adalah beberapa gunung berapi di Indonesia yang menarik banyak kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik:

  • Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru, Jawa Timur. Pengunjung tidak hanya disuguhkan pemandangan matahari terbit spektakuler, tetapi juga berjalan di bibir puncak kawah, perjalanan dengan visual yang berbeda-beda mulai dari perkampungan, savana, hingga lautan pasir yang luas.  
  • Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi Taman Nasional Gunung Rinjani karena kekayaan keanekaragaman hayatinya. Kemudian, kekayaan geologisnya membuat UNESCO menetapkannya sebagai Global Geopark. Setiap jalur pendakian resminya menawarkan tingkat kesulitan, pemandangan, dan pengalaman yang berbeda-beda. Kawah dengan danau vulkanik dan anak gunung Barujari yang terus tumbuh merupakan pemandangan yang sulit dicari di tempat lain.
  • Gunung Ijen di Jawa Timur terkenal karena fenomena api birunya. Fenomena alam itu terjadi dari gas sulfur yang keluar dari retakan dinding kawah bertemu dengan oksigen sehingga terjadi pembakaran.
  • Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda merupakan gunung berapi baru yang terus tumbuh dari pecahan Gunung Krakatau setelah erupsi dahsyat pada tahun 1883. Letusannya sangat terkenal dan tercatat dalam sejarah dunia. Sekarang, pengunjung dapat naik ke punggungan gunung atau menyelam di dekatnya, dan dalam jarak yang aman bisa melihat aktivitas vulkaniknya.
  • Gunung Tangkuban Parahu dan Kawah Putih di kaki Gunung Patuha, masing-masing berada di sebelah utara dan selatan Kota Bandung, dapat ditempuh selama 1-2 jam berkendara dari tengah kota. Gunung Tangkuban Parahu bisa diakses dengan kendaraan hingga ke puncaknya. Sementara, pengunjung Kawah Putih bisa mengitari kawah karena pengelola telah membangun sarana pedestrian sehingga aktivitasnya relatif lebih aman.
  • Gunung Kelimutu di Flores, Nusa Tenggara Timur, adalah fenomena tersendiri gunung berapi. Gunung ini memiliki tiga kawah dengan warna air berbeda-beda, dan berganti warna setiap beberapa waktu.

Gunung berapi diIndonesia menawarkan pemandangan yang sangat memukau. Namun, keindahan visual ini sering kali membuat pengunjung kurang memperhatikan pentingnya informasi yang memadai mengenai aspek keamanan dan keselamatan. Hal ini dapat berpotensi menimbulkan risiko yang tidak diinginkan saat menjelajahi kawasan tersebut.

FMI berkomitmen untuk mendukung peningkatan tata kelola pendakian gunung yang lebih aman di seluruh Indonesia. Sementara itu, APGI bertekad untuk bekerja sama dalam memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan wisata pendakian gunung agar lebih profesional, aman, dan nyaman. Evaluasi bersama akan difokuskan pada sistem operasi SAR di destinasi wisata pendakian gunung. ***(Yun Damayanti)