PERUBAHAN EKSPETASI PENGALAMAN PERJALANAN PELANGGAN HADAPI DENGAN STRATEGI PENDEKATAN WISATAWAN-SENTRIS
Tourism for Us – Pascapandemi COVID-19, pelaku industri perjalanan dan pariwisata tidak hanya menghadapi disrupsi teknologi tetapi juga perubahan ekspetasi pengalaman perjalanan wisatawan. Usaha-usaha pariwisata, termasuk industri operator tur dan agen perjalanan, dituntut untuk beradaptasi atau mengubah strategi-strateginya agar bisnis dapat beroperasi kembali.
Dari pengalaman menyeluruh hingga rencana perjalanan yang fleksibel, agen perjalanan dan operator tur harus terus menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan preferensi yang terus berkembang serta meningkatnya harapan wisatawan.
Karena bisnis dimulai dari nol pascapandemi, pelaku pariwisata harus melakukan evaluasi dari bisnis sebelumnya. Operator tur dan agen perjalanan harus mengetahui apa yang menjadi minat pelanggan dan apa yang mereka butuhkan saat ini dan di masa mendatang untuk mengembangkan atau mengembangkan kembali produk-produknya.
Salah satu caranya adalah dengan menanyakan kebutuhan wisatawan saat ini. Kita bisa menghubungi secara langsung klien yang ada di daftar kontak atau menghadiri pameran dagang atau pameran perjalanan untuk mendapatkan wawasan.
Tren traveling pascapandemi semakin cenderung lebih kecil ukurannya dan sebagian besar merupakan keluarga dan komunitas. Hal ini membuka peluang-peluang bagi operator tur untuk menciptakan berbagai jenis kegiatan atau program baru. Sehingga perjalanannya pun lebih beragam daripada sebelumnya.
Paket-paket tersebut kemudian dibagi lagi menjadi paket perorangan dan kelompok-kelompok kecil. Hal itu akan membantu operator tur dan agen perjalanan dalam melakukan segmentasi pasar dan mengetahui di mana promosi sebaiknya dilakukan.
Ada teknologi yang terlibat dalam setiap fase, mulai dari peninjauan, pengembangan hingga pemasaran dan penjualan. Karena pesatnya perkembangan teknologi perjalanan, ekspektasi para pelancong pun semakin tinggi. Namun, tampaknya mereka masih mencari dan menginginkan sentuhan manusia dalam pengalaman perjalanannya.

Shelly Henry, Managing Director Chacha Tours and Travel, mengatakan, ”Tentu saja. Kami harus mengevaluasi, mengembangkan, dan juga memasarkannya. Jadi, kami tahu apa minat dan kebutuhan pelanggan. Setelah itu, kami hanya membuat apa yang mereka inginkan. Kemudian, kami mencoba mempromosikan paket baru itu seperti paket unik yang tidak mereka miliki di negaranya.”
Operator tur dan agen perjalanan sebaiknya menghadiri acara perjalanan dan pariwisata baik secara langsung maupun daring (online).
“Jadi, kita bisa membangun jaringan baru. Untuk meningkatkan wawasan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Lalu, kita berkolaborasi dengan pihak lain untuk mempromosikan produk ini. Jika kita tidak memiliki sentuhan personal, kita tidak akan tahu apa yang diinginkan oleh pelanggan,” ujar Shelly.
Siscaria Simamora, Pendiri/Kepala Travel Design Ma’toa Holidays, berbagi pendapatnya,’’Kita perlu mendiversifikasi perjalanan. Seperti menawarkan wisata kesehatan, wisata petualangan hingga wisata yang tidak biasa. Jadi, pelanggan akan memiliki berbagai jenis kegiatan. Kita juga dapat menawarkan wisata dengan menjadi sukarelawan dan kegiatan lain yang dapat dirasakan oleh wisatawan berbeda dari yang biasa mereka lakukan.’’
Ma’toa Holidays menciptakan produk berdasarkan kebutuhan pelanggan. Mereka menyelidiki secara mendalam dengan menanyakan kebutuhan mereka.
“Seperti ini. Kami punya polanya. Kami ingin tahu apa yang mereka butuhkan. Jadi kami juga bisa menyediakan hal-hal yang melampaui apa yang mereka harapkan. Kami membuat paket lebih kepada individu dan kelompok,” kata Siscaria.
Keberlanjutan kini menjadi tren dalam industri pariwisata. Wayan Suena, CEO Indonesia Impression Tour, memulai kembali bisnisnya dengan menafsirkan bahwa keberlanjutan harus mampu melestarikan budaya dan memberi manfaat bagi masyarakat setempat melalui berbagai kegiatan dalam program wisata.
’’Keberlanjutan bukan hanya tentang mengurangi plastik. Tetapi bagaimana bisnis Anda, pelanggan Anda, melibatkan masyarakat setempat. Dengan begitu, ekonomi lokal akan tumbuh. Lalu, yang terpenting adalah bagaimana budaya dapat dilestarikan melalui kegiatan kita,’’ jelas Suena.
Indonesia memiliki sumber daya yang cukup di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pemasaran destinasi di luar Bali juga merupakan bagian dari keberlanjutan.
‘’Saat ini, di perusahaan kami, kami lebih fokus menjual destinasi di luar Bali. Kami fokus menjual Indonesia. Kami membuat pelanggan merasakan pengalaman di Indonesia,’’ ungkap Suena.
Ia mengakui semuanya berbeda pascapandemi. Indonesia Impression Tour mempersempit target untuk menggenjot kembali bisnisnya.
“Kami melakukan segmentasi pasar. Kami fokus pada program yang dibuat khusus (tailor-made). Perusahaan kami mengkhususkan diri dalam tur yang dibuat khusus di Indonesia, yang bahkan sulit dikalahkan oleh OTA. Sekarang kami berinvestasi pada mitra-mitra kami. Karena kami membelinya dengan harga yang mahal. Itulah cara kami menghadirkan pengalaman bagi pelanggan selama di Indonesia. Dan saya yakin, ini akan mendatangkan lebih banyak pengunjung ke Indonesia,” tutur Suena.
Bambang Hartono, CEO Smile Holiday, mendorong agen perjalanan dan operator tur Indonesia untuk memanfaatkan teknologi dalam pariwisata.
‘’Digital sudah datang. Kita tidak bisa berkata ‘Tidak’. Semuanya dengan AI, semuanya dengan teknologi. Semua orang ingin pergi ke mana saja. Mereka bisa ke OTA, ke Instagram, ke Facebook, kemudian mereka bisa pergi ke manapun dan melakukan semuanya sendiri. Namun, kita, sebagai agen atau operator, masih memiliki perasaan,’’ kata Bambang.
Bambang berpendapat, teknologi, digitalisasi, artificial intelligence (AI) semuanya memberikan dampak positif bagi industri. Digitalisasi sangat membantu dalam pembelian. Sekarang orang hanya perlu menunjukkan kode batang (barcode). Namun, sebenarnya masih ada ruang bagi agen perjalanan untuk melakukan sesuatu.
“Saya kira, semua serba digital, semua serba AI, oke. Misalnya, teknologi digital untuk konferensi besar seperti ini akan memudahkan kita. Kita tidak perlu lagi menunjukkan boarding pass dengan Face Recognition. Tapi, itu berbeda dengan pariwisata. Di pariwisata, kita tetap butuh sentuhan manusia,” imbuh Bambang.
Suena percaya bahwa bagaimana kita menggunakan AI adalah untuk mendapatkan informasi dalam bisnis. Kita tidak ingin menjadi bagian dari teknologi, tetapi teknologilah yang harus menjadi bagian dari bisnis kita.
Dia memberi contoh apa yang dialaminya. Dia telah bepergian ke seluruh Indonesia selama sekitar 20 tahun. Namun, stafnya tidak memiliki pengalaman seperti itu. Teknologi seperti AI dan ChatGPT membantu stafnya untuk mengetahui masalah yang terjadi dan cara mengatasinya berdasarkan personalisasi.
“Dia (ChatGPT, AI) tidak memiliki ruh untuk menjual destinasi. Ia hanya perlu bekerja untuk menjual destinasi. Sebagai manusia, kita fokus pada jiwa dan pikiran kita,” pungkas Suena.
Topik pembicaraan di atas diungkapkan dalam ‘’Tours and Activities Leaders’ Panel: Traveller-Centric Approach: Shifting Expectations in Travel Experiences’’ yang menjadi diskusi panel terhangat selama Travel Week Asia 2024. Diskusi panel ini menarik perhatian para peserta yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada para pembicara.
Diskusi panel tersebut diadakan pada tanggal 3 Juli 2024 di ICE BSD, Tangerang, Banten. Arief Gunawan, Chairman Indonesia Luxury Travel and Hospitality, menjadi moderator dan memimpin jajaran pembicara: Bambang Hartono, CEO Smile Holiday; Shelly Henry, Managing Director Chacha Tours and Travel; Siscaria Simamora, Founder/Chief of Travel Design Ma’toa Holidays; dan Wayan Suena, CEO Indonesia Impression Tour. Mereka adalah pelaku industri dalam bidang inbound dan outbound travel di Indonesia dengan rekam jejak dan pengalaman puluhan tahun. ***(Yun Damayanti)