JANGAN LUPAKAN ‘’I’’ (INCENTIVE) DALAM MEMBANGUN INDUSTRI MICE DI INDONESIA
Tourism for Us – Perjalanan insentif (incentive travel) masih relevan sampai sekarang. Banyak perusahaan masih percaya bahwa perjalanan insentif merupakan cara yang bagus untuk mengakui dan mendorong kinerja positif karyawan maupun rekan bisnis.
Dalam dekade terakhir, dengan meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsiblity/CSR), perjalanan insentif dilihat juga sebagai cara untuk memberikan pengalaman budaya baru dan autentik kepada karyawan maupun rekan bisnis sekaligus memberi dampak berkelanjutan terhadap ekonomi dan masyarakat lokal.
Definisi perjalanan insentif adalah program penghargaan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atau rekan bisnis dalam bentuk perjalanan wisata.
Tujuan utama dari perjalanan insentif adalah memotivasi dan meningkatkan keterlibatan karyawan dengan memberikan insentif. Perjalanan ini bisa diberikan kepada invidu atau kelompok berupa perjalanan gratis atau bersubsidi.
Melalui perjalanan insentif perusahaan ingin membangun loyalitas, mendorong penjualan, mendorong kerja sama tim, meningkatkan layanan pelanggan dan membantu mencapai tujuan-tujuan bisnis lainnya.
Perjalanan insentif seringkali diadakan ke destinasi-destinasi impian. Perjalanan itu merupakan kegiatan atau pengalaman di luar kantor. Maka perjalanan insentif kerap kali dirancang dengan pertimbangan selera dan demografi penerima (karyawan, rekan bisnis) serta melibatkan keluarga atau pasangan karyawan.
Dikutip dari ibtmworld.com, perjalanan insentif merupakan cara yang bagus untuk mengakui dan mendorong kinerja positif karyawan maupun rekan bisnis.
Perjalanan insentif juga menjadi cara yang lebih menarik bagi generasi milenial dan generasi Z atas sebuah penghargaan di tempat kerja. Generasi milenial dan Z lebih suka penghargaan dalam bentuk pengalaman daripada produk atau uang.
Dalam lingkungan kerja yang penuh tekanan, perjalanan insentif memberi kesempatan untuk bersantai, mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah didatangi, dan kembali dengan perasaan riang.
(Foto: Yun Damayanti)
Herman Rukmanadi, Direktur Bhara Tours & Travel, mengatakan, durasi perjalanan insentif selalu pendek. Tetapi jumlah peserta dalam sekali perjalanan banyak. Dan pengeluarannya rata-rata besar.
‘’Tidak mungkin perjalanan insentif itu selama 10 hari. Mereka harus kembali bekerja. Treatment perjalanannya itu selalu tinggi. Contoh, biaya makan minimal 100 dolar AS. Karena perjalanan insentif diadakan supaya orang-orang termotivasi harus dapat lagi tahun depan. Pengalaman perjalanannya very good. Dia jual lagi lebih banyak,’’ ujar Herman.
Herman melihat pasar perjalanan insentif dari luar negeri ke Indonesia cukup besar, terutama ke Bali. Dengan jumlah peserta yang rata-rata banyak maka untuk mengelola pergerakan perjalanan grup insentif memerlukan armada transportasi yang cukup.
‘’Kenapa perjalanan insentif hanya bisa ke Bali? Karena jumlah pesertanya terlalu besar. Contohnya begini, saya menangani grup perjalanan insentif dari Eropa sebanyak 180 orang. Untuk movement-nya, kalau grup itu dibawa ke Jogja dahulu, nanti ke Bali pakai apa? Pesawatnya saja kan tidak cukup,’’ Herman menjelaskan.
Semenjak wisatawan dari Asia Selatan mengalir ke Bali, Eddie Tarsisius, Managing Director Absolute Indonesia DMC, melihat kenaikan 75% perjalanan insentif dari India dan Nepal. Inbound tour operator berbasis di Bali ini selain menangani wisatawan leisure juga mengatur perjalanan insentif dari Asia Selatan khususnya dari India dan Nepal.
Menurut pengalamannya, program perjalanan insentif dari Nepal lebih banyak aktivitas tur yakni ke pantai, menikmati cruise dan atraksi budaya. Tanah Lot, Nusa Penida, Uluwatu dan Ubud menjadi favoritnya. Lama tinggalnya rata-rata 5 hari 4 malam.
Sedangkan perjalanan insentif dari India menurutnya tidak ada treatment khusus. ‘’Lebih bersabar saja. Karakter mereka ini kan demanding,’’ kata Eddie.
Menurut Herman, MCE – meeting, convention, exhibition – memang seharusnya di Jakarta. Karena tempat (venue) paling besar ada di kota ini. Sedangkan Bali masih menjadi tempat yang paling representatif dan mampu memenuhi semua kebutuhan perjalanan insentif internasional.
Dalam memasarkan Indonesia sebagai destinasi perjalanan insentif internasional maka kita harus mendekati (approach) incentive travel house/agency di sumber pasar. Incentive travel house/agency adalah tour operator khusus dan hanya menangani perjalanan insentif. Mereka yang akan menghubungkan destinasi dengan korporasi-korporasi yang menjadi kliennya.
‘’Penanganan perjalanan insentif berbeda sekali dengan perjalanan wisata biasa. Persiapannya bisa mencapai dua tahun. Kita harus berkorepondensi terus-menerus. Semuanya harus diatur sampai detil. Klien yang saya tangani dari Eropa tidak pernah ada meeting dalam programnya. Kita tidak langsung menghubungi korporasinya. Mereka tidak akan mau. Jadi itulah kenapa kita harus mencari incentive house-nya,’’ tutur Herman.
(Foto: Bhara Tours via Instagram)
Sejarah perjalanan insentif
Program perjalanan insentif telah ada sejak tahun 1920-an. Perusahaan memutuskan cara terbaik memotivasi tim penjualan dan mendorong persaingan sehat adalah dengan memberi penghargaan kepada mereka yang berkinerja terbaik.
Pada awalnya, perjalanan insentif menghadirkan pengalaman eksklusif dengan perjalanan mewah seperti menginap di resor, penerbangan kelas bisnis dan lain sebagainya.
Namun dalam dekade terakhir, dengan kesadaran terhadap perubahan iklim yang meningkat, tanggung jawab sosial perusahaan, perjalanan insentif bergeser menjadi memberikan pengalaman budaya baru, pengalaman yang autentik, memberi dampak berkelanjutan terutama pada ekonomi lokal.
Laporan IBTM World mengungkapkan perjalanan insentif masih relevan. Perusahaan akan memaksimalkan ROI dari perjalanan insentif yang menghadirkan pengalaman, inovasi, keterlibatan, kreativitas dan pengayaan budaya. Dalam perjalanan insentif ada mengunjungi destinasi baru, pengembangan pribadi, dan bersantai.
Pasar dan nilai perjalanan insentif global
Incentive Travel Report 2023, ditulis oleh Mike Fletcher untuk IBTM World, mengungkapkan, nilai pasar global untuk perjalanan insentif akan mencapai US$ 216,8 miliar (£174 miliar) pada tahun 2031, jika terus pulih pada tingkat pertumbuhan tahunan saat ini sebesar 12,1%, menurut angka yang diterbitkan oleh Allied Market Research.
Penelitian yang dilakukan oleh Incentive Travel Index (ITI) pada 2022 – sebuah inisiatif gabungan Financial & Insurance Conference Professionals (FICP), Incentive Research Foundation (IRF), dan Society for Incentive Travel Excellence (SITE), memprediksi bahwa jumlah orang yang berpartisipasi dalam program perjalanan insentif di seluruh dunia akan pulih sebesar 48% tahun 2023 dan tumbuh sebesar 61% pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2019.
Peran perjalanan insentif sudah bergeser pascapandemi Covid 19. Perjalanan insentif telah menjadi pendorong utama dalam membangun budaya perusahaan dan meningkatkan keterlibatan karyawan. Sebelum dekade ini, program perjalanan insentif sebagian besar dirancang untuk memotivasi dan memberikan penghargaan atas kinerja tim atau individu.
Menurut ITI, faktanya sekarang menunjukkan ‘Retensi Karyawan’ (67%) menjadi alasan yang paling sering dikutip dan mengapa perjalanan insentif dapat kembali mendapatkan kepentingan strategisnya.
Namun saat ini, sebanyak 66% agen perjalanan insentif (incentive travel house/agency) menyatakan, manfaat yang lebih lunak seperti inklusivitas, hubungan antarteman, dan kemampuan mengajak pasangan jalan-jalan telah menjadi lebih relevan sebagai bagian dari skema penghargaan dan pengakuan perusahaan.
Peran para profesional yang menangani perjalanan insentif sekarang termasuk membantu perusahaan menunjukkan perhatian pada kesejahteraan karyawan dengan memberikan waktu istirahat dan akses ke layanan kesehatan untuk mengatasi kesepian, stres, dan kelelahan di tempat kerja.
Hasilnya, 35% responden ITI menyatakan bahwa pentingnya kegiatan kebugaran (wellness) telah meningkat seiring dengan pembangunan tim yang berfokus pada CSR (sebagaimana dinyatakan oleh 44% responden).
Dalam laporan tersebut juga menunjukkan pasar utama perjalanan insentif adalah sektor keuangan dan asuransi sekitar 60 persen, SAAS atau perusahaan teknologi perangkat lunak sebesar 48 persen, perusahaan farmasi dan alat kesehatan 39 persen, dan perusahaan langsung-ke-konsumen 27 persen dan perusahaan otomotif sebesar 22 persen.
Dalam IBTM World’s 2023 Trends Report, keaslian (authenticity), kesejahteraan (wellness), dan keberlanjutan (sustainability) disorot sebagai tiga elemen penting yang mendorong jenis program perjalanan insentif baru.
Apa yang harus menjadi prioritas perusahaan saat kembali ke perjalanan insentif? Stephanie Harris, Presiden IRF, mengatakan, ‘’Hotel, DMO, dan CVB yang menyatukan elemen-elemen program penting dengan cara yang mudah bagi perencana, dan dapat menunjukkan kemampuan mereka untuk melaksanakan sesuai janji, akan menjadi yang terdepan.“
Dan bagaimana program insentif memotivasi dan memberi penghargaan, Patrick Delaney, MD Sool Nua, menyimpulkannya, ‘‘Bisnis akan selalu mencari cara untuk tumbuh. Sekarang, lebih dari sebelumnya, ada penekanan pada perolehan, pelibatan, dan pembinaan bakat. Ini adalah pendorong utama pasar perjalanan insentif.“ ***(Yun Damayanti)


