STRATEGI KEMENTERIAN KEHUTANAN UNTUK PENGELOLAAN WISATA GUNUNG

Tourism for Us – Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Ditjen KSDAE Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat bahwa hingga Agustus 2025, sekitar 1,1 juta pendaki, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, telah menjelajahi gunung-gunung di Indonesia yang dikelola oleh taman nasional (TN) dan taman wisata alam (TWA). Melihat tren peningkatan jumlah pendaki, Kemenhut memperkirakan bahwa tahun ini jumlah pendaki dapat melebihi 1,2 juta, yang merupakan angka pengunjung tahun 2024.

(Sumber: Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Dittjen KSDAE Kemenhut)

Untuk menjaga keaslian alam dan memastikan keselamatan pengunjung, berbagai kebijakan baru telah diterapkan, termasuk penambahan sarana dan prasarana serta implementasi prosedur standar operasional di area pendakian. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga gunung sebagai ruang terbuka yang tetap alami sekaligus menjadi tempat yang aman untuk beraktivitas bagi para pendaki.

Dalam sambutan dan keynote speech di pembukaan Indonesia Mountain Travel Mart 2025 (IMTM), Selasa (30/9/2025), di Hotel Borobudur Jakarta, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kementerian Kehutanan Dr. Nandang Prihadi, S.Hut., M.Sc. mengatakan bahwa Kemenhut sudah dan terus melakukan upaya peningkatan keselamatan wisata melalui serangkaian kebijakan, pengadaan sarana, peningkatan kapasitas, dan edukasi kepada para pihak. Secara statistik, kecelakaan pendakian gunung di Indonesia sebetulnya sangat rendah. Namun, kecelakaan di gunung bersifat fatal dan tidak jarang menyebabkan kematian, serta menyebar secara luas di media sosial.

Diterangkannya lebih lanjut, Kemenhut melalui Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Ditjen KSDAE dan seluruh Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang mengelola pendakian gunung, baik di taman nasional maupun taman wisata alam, melakukan perbaikan tata kelola pendakian gunung melalui:

Penerbitan/penyempurnaan kebijakan/NSPK dan sistem pendukung terkait pendakian seperti grading gunung, penyempurnaan standard operation procedure (SOP), tiket elektronik dan pembayaran non-tunai, serta sistem pemantauan posisi pendaki.

Pengadaan dan perbaikan sarana wisata khususnya yang terkait keamanan pengunjung, seperti pembuatan railing pengaman, tangga pengaman, signages (rambu-rambu), shelter emergency, dan peralatan SAR.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) ditingkatkan melalui sertifikasi dan peningkatan kapasitas SAR, serta pengelolaan wisata bagi petugas, pemandu, porter, dan para pihak yang terlibat dalam wisata pendakian.

Sementara, terkait keselamatan dan keamanan berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga terkait seperti BASARNAS, Kementerian Pariwisata, dan pemerintah daerah. Selain itu juga melakukan pembinaan dan edukasi keselamatan pendakian kepada pelaku usaha dan pendaki.

Porter di Gunung Rinjani.(Foto: Yun Damayanti)

Pelaku wisata dan masyarakat juga perlu mengetahui kebijakan-kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjaga gunung sebagai destinasi yang aman dan nyaman, yakni:

Kebijakan zero waste dan zero accident. Kemenhut meminta para pelaku usaha wisata bersama-sama memastikan kebersihan jalur pendakian dengan mematuhi kebijakan pengelolaan sampah di gunung seperti pack-in pack-out, dan lainnya. Kemudian, pelaku wisata pendakian juga perlu memastikan kepatuhannya terhadap aturan pendakian dan memiliki persiapan yang cukup sebelum mendaki sehingga terhindar dari kecelakaan.

Grading Jalur Pendakian Gunung. Kemehut sudah menetapkan grade jalur pendakian gunung di taman nasional dan taman wisata alam yang dihitung dan divalidasi berdasar tingkat kesulitan dan risikonya yang terdiri dari Grade I (sangat mudah) sampai Grade V (sangat sulit). Grading ini menjadi pedoman bagi pengelola untuk melakukan pengelolaan pendakian dan gambaran bagi calon pendaki untuk mengukur kesiapannya sebelum mendaki gunung yang dituju.

Pemerintah pun telah menerbitkan Modul SOP Pendakian Gunung yang merupakan pedoman pengelolaan dan persyaratan pendakian sesuai dengan grade gunung. Beberapa hal spesifik yang perlu diperhatikan adalah kuota pendakian, tiket elektronik dan pembayaran non-tunai, persyaratan kesehatan pendakian, syarat pengalaman pendakian bagi calon pendaki gunung Grade IV dan V, perbandingan/rasio pemandu dan pendaki, persyaratan asuransi, serta hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan sanksi yang akan diberikan jika dilanggar termasuk sanksi blacklist di seluruh gunung di Indonesia.

Grading Jalur Pendakian Gunung (Grading Gunung) dan Modul SOP Pendakian Gunung bisa dilihat di sini.

Selain itu, sebagian besar wisata pendakian gunung sudah dilindungi asuransi yang bekerja sama dengan UPT pengelola. Perlindungan asuransi meliputi santunan kematian dan kecelakaan, serta biaya pencarian dan evakuasi.

‘’Saat ini kita sedang mendorong untuk gunung Grade IV dan V untuk menggunakan asuransi premium yang meng-cover evakuasi dengan helikopter,’’ kata Nandang Prihadi.

Seiring dengan tren pendakian gunung yang semakin meningkat dan menarik perhatian banyak orang, berbagai usaha yang berkaitan dengan aktivitas ini juga berkembang pesat, termasuk operator trekking. Menurut Rahman Mukhlis, Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), terdapat lebih dari 100 operator trekking yang tersebar di 25 provinsi di seluruh Indonesia. Keberadaan mereka tidak hanya mendukung para pendaki, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan pariwisata lokal dan pelestarian lingkungan.

Operator trekking di Indonesia terus didorong untuk memiliki legalitas yang jelas, seperti berbentuk PT, CV, atau usaha perseorangan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa layanan yang mereka tawarkan dapat dipercaya dan memenuhi standar yang ditetapkan.

Layanan yang ditawarkan oleh trekking operator di Indonesia mencakup hiking, trekking, jungle trekking, multidestinasi, alpin, high altitude, dan ekspedisi. Dengan legalitas yang kuat, operator dapat memberikan pengalaman yang lebih aman dan memuaskan bagi para petualang.

Dari respon peserta Table Top IMTM 2025, pariwisata gunung menunjukkan potensi yang menjanjikan. Sektor ini menawarkan peluang yang luas bagi pengembagan destinasi wisata yang berfokus pada keindahan alam dan pengalaman petualangan.

Pendakian gunung, khususnya, merupakan segmen pasar yang masih minim dijelajahi oleh pelaku industri pariwisata di Indonesia. Dengan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap aktivitas di luar ruangan, ada kesempatan besar untuk mengembangkan layanan dan fasilitas yang mendukung kegiatan ini. ***(Yun Damayanti) 



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *