KAYAKING MENYINGKAP PESONA LAIN SITU LENGKONG, CIAMIS

Tourism for Us – Sebanyak 20 perahu kayak mewarnai Situ Lengkong, Panjalu, Ciamis, sejak paruh akhir 2020. Pengunjung yang mendayung santai mengelilingi Nusa Gede (dikenal juga dengan nama Nusa Larangan) menarik perhatian peziarah yang menyeberang ke pulau di tengah situ alami tersebut dengan perahu motor.

Kayaking adalah aktivitas manual yang tidak menimbulkan polusi air, udara dan suara.[Foto; Adira Oktaroza]

Situ Lengkong sudah lama dikenal sebagai situs peziarahan dan dikeramatkan. Nusa Gede pernah menjadi tempat tinggal salah seorang raja dari Kerajaan Panjalu. Situ ini juga punya cerita yang dapat menggambarkan bagaimana Islam masuk ke wilayah Priangan timur.

Kahadiran kayak yang dioperasikan oleh Kancra Kayaking mulai dilirik sebagai pengalaman baru yang ditawarkan Situ Lengkong. Situ berada di kaki Gunung Sawal yang berstatus suaka margasatwa. Situ ini dikelilingi pegunungan di kejauhan, sawah berundak di satu sisi, hutan kecil di pulau, dan pemukiman warga khas desa-desa Jawa Barat di sisi lain. Udara segar, nyaris tidak ada polusi suara, dan air danau yang sejuk membuat kawanan burung kuntul dan raja udang senang bermain-main pada pagi hingga siang hari, dan kawanan kalong yang selalu menghiasi langit penghujung senja. Alam dan kehidupan di sekitar Situ secara alamiah sudah menjadi Instagramable spot.

Kancra Kayaking datang dengan konsep menghargai alam dan kehidupan sosial di Situ Lengkong dan sekitarnya. Kayaking adalah aktivitas manual sehingga tidak menghasillan polusi air, udara, dan suara. Para antusias kayak datang untuk menikmati alam yang masih natural, lingkungan yang bersih dan tenang, dan bisa berinteraksi dengan warga lokal. Oleh karena itu, selaku operator kayak rekreasi, Kancra pun ikut membersihkan dan mengumpulkan sampah yang ditemukan di Situ dan menjalankan kegiatan wisata yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab.  

Iwan Wahyudi, Founder Kancra Kayaking, menerangkan, langkah pertama yang dilakukannya adalah mensosialisasikan dan menjelaskan kegiatan kayaking kepada perangkat desa. Pendekatannya melalui bahasa lokal sehingga lebih mudah diterima.

“Awal mulanya kami sosialisasikan dahulu ke perangkat desa. Kami terangkan kayaking itu sama seperti main sosoangan (angsa-angsaan) jadi tidak akan merusak lingkungan. Selain itu, kayaking akan memperluas segmen pasar dan memberikan alternatif kegiatan yang bisa dilakukan sehingga menambah nilai di Situ Lengkong. Karena di situ memang ada potensinya. Keberadaan kayaking bukan untuk menyaingi wisata ziarah yang sudah berjalan lama. Wisata ziarah, menurut saya, sudah bagus dan dipertahankan saja terus. Peziarah datang dalam jumlah besar. Sedangkan kayak, kami tidak berencana untuk ekspansi. Sebanyak-banyaknya kapasitas kami 24 orang. Ini bukan jenis wisata massal dan karakternya memang khusus. Jadi, jika kami membersihkan sampah di Situ bukan untuk kepentingan usaha kami semata tetapi juga untuk masyarakat sekitar dan pengunjung lainnya,“ ujar Iwan.

Potensi di sekitar Situ Lengkong pun tidak main-main. Di Nusa Gede terkadang bisa bertemu dengan elang jawa (Nisaetus bartelsi). Dengan status suaka margasatwa Gunung Sawal adalah rumah bagi macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Kehidupan alam liar yang bukan tidak mungkin warga Jawa Barat sendiripun belum mengetahuinya.

Diversifikasi atraksi di Situ Lengkong didukung akses jalan raya yang mulus walaupun tidak lebar, persawahan berundak di lereng bukit di kiri-kanan jalan, keberadaan Pesantren Suryalaya dan pesantren-pesantren lainnya. Itu semua merupakan bahan-bahan siap pakai untuk menceritakan kembali pesona Ciamis yang tidak mistis melainkan destinasi yang tidak meninggalkan kehidupan agamis namun tetap Instagram worthy.*** (Yun Damayanti) 



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *