KEGIATAN NAIK GUNUNG DI INDONESIA SEKARANG
Tourism for Us – Federasi Moutaineering Indonesia (FMI) memprediksi, pasca pandemi COVID-19 kegiatan pendakian gunung bisa meningkat sampai 100 persen. Karena selama pandemi kegiatan pendakian ditutup. Tidak ada kegiatan di gunung pada periode April 2020 hingga awal tahun 2021. Sejak paruh akhir tahun lalu beberapa gunung telah diizinkan menerima kunjungan. Setiap kali balai taman nasional membuka kuota pendakian selalu cepat terisi penuh.
Pendaki gunung Indonesia jaman now
Menurut pengamatan FMI, ada dua jenis pendakian di gunung sekarang. Pendakian yang dilakukan oleh para pecinta alam (explorer) dan pendakian yang dilakukan oleh wisatawan. Kedua jenis pendakian itu terus bertambah jumlahnya.
Klub-klub pecinta alam tumbuh tidak hanya di sekolah-sekolah dan kampus-kampus saja. Klub-klub yang sama juga tumbuh di institusi-institusi dan perkantoran. Setiap tahun klub-klub melahirkan anggota-anggota baru. Hal tersebut sejalan dengan catatan di taman-taman nasional, jumlah kunjungan wisatawan gunung bertambah terus.
Rahmat Abbas, Ketua Harian FMI, menyatakan, kualitas pengelolaan kawasan dan pengunjungnya harus ditingkatkan. FMI mendorong manajemen di taman-taman nasional diperkuat. Taman nasional tidak lagi melihat jumlah kunjungan yang tinggi tapi juga memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar gunung dan manajemen resiko di gunung.
‘’FMI sedang berupaya melatih peningkatan kualitas di sisi operatornya maupun visitor-nya(pendaki) melalui klub-klub dan pengelola kawasan,’’ ujar Abbas.
Perkembangan pariwisata gunung di Indonesia
Gunung Rinjani dirancang sebagai prototipe pengelolaan pariwisata gunung secara profesional di Indonesia. Sampai dengan saat ini, baru di Rinjani yang menjalankan sistem ada operator pendakian, pemandu gunung, porter, akomodasi, dan gate. Sedangkan di gunung-gunung lainnya belum ada sistem yang berlaku semacam itu.
‘’Beberapa gunung yang ramai pendakian seperti Merbabu dan Ciremai, masing-masing dikelola balai taman nasional, sudah mulai ada tata pengelolaan pendakian melalui masing-masing resor. Namun, pendakian di sana belum ada operatornya,’’ kata Abbas.
Ketua Harian Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Rahman Mukhlis menyebut, ada 1.400 pemandu gunung bersertifikasi di Indonesia. Sertifikat kompetensi pemandu wisata gunung sudah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sejak 2011. Sertifikat kompetensi pemandu wisata gunung ada tiga tingkatan yakni pemandu gunung muda, pemandu gunung madya, dan pemandu gunung ahli.
APGI telah menentukan rasio pemandu-pendaki yakni 1:5. Seorang pemandu gunung bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan keyamanan seluruh tim: pendaki, porter dan dirinya sendiri, serta turut menjaga kelestarian alam.
‘’Pertimbangan ideal untuk memimpin kelompok pendakian itu dari sisi fisik, psikologis, dan teknik pendakian gunungnya,’’ kata Rahman.
Sedangkan rasio porter-pendaki tidak ada ketentuan baku. Jumlah porter bergantung pada kebutuhan manajemen perjalanan dan tingkat layanan yang diberikan oleh operator.
‘’Idealnya, satu porter untuk membawa barang 1 sampai 3 pendaki. Atau, bisa juga 1:2 atau 1:1. Tugas porter dibagi-bagi. Ada yang membawa barang kelompok (tenda, logistik, peralatan dan perlengkapan pendakian) dan membawa barang pribadi pendaki,’’ lanjutnya
Terkait kegiatan open trip pendakian, FMI menyarankan, penyelenggara menggandeng operator wisata gunung yang legal. Mereka bisa bisa menyewa pemandu dan porter melalui operator. Selain itu, banyak operator wisata gunung menjalin kerja sama dengan operator-operator wisata lain maupun sebaliknya.
Abbas menyesalkan, ‘’Yang jadi masalah, banyak open trip pendakian itu tidak ada izin, tidak ada legalitas. Akhirnya, hal tersebut berimbas pada guide, porter, akomodasi dan pelaku pariwisata gunung lainnya. Selain merugikan wisatawannya.’’
Federasi Mountaineering Indonesia berdiri pada 2005. Sampai saat ini sudah ada di 18 provinsi. Tujuan pendirian federasi untuk menghimpun generasi muda yang tertarik dengan mountaineering; mendampingi pemerintah dalam membuat SOP-dilakukan melalui balai taman nasional; dan membahas masalah-masalah terkait aktivitas-aktivitas di gunung (mountaineering). Keberadaan FMI juga diharapkan dapat menekan kecelakaan di gunung.
FMI menyarankan, pendakian didampingi pemandu gunung. Banyak manfaat yang akan diperoleh pendaki mulai dari perihal keselamatan hingga memperoleh cerita, pengetahuan dan interpretasi dari gunung yang didaki.
Pada 2008-2009 FMI mulai menginformasikan mengenai Ring of Fire, cincin api Indonesia. Federasi juga mendorong pemandu-pemandu gunung sekarang punya pengetahuan tentang geologi dan kegunungapian. Karena itu federasi menjalin komunikasi dengan masyarakat geologi Indonesia.
‘’Indonesia punya berbagai macam gunung. SOP yang berlaku di setiap gunung tidak bisa disamaratakan. Namun, ada hal-hal umum dari prosedur yang semestinya sudah diketahui oleh para pendaki,’’ pungkas Abbas.*** (Yun Damayanti)