PESAN PERDAMAIAN DARI PANTAI RADJI, MUNTOK, BANGKA BARAT

Tourism for Us – Pantai Radji di utara Muntok, ibukota Kabupaten Bangka Barat, adalah saksi tragedi kemanusiaan pada masa Perang Dunia II. Keluarga korban didampingi perwakilan dari Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia berziarah ke kota ini setiap tahun.

Prosesi ziarah di pantai Radji, Muntok, Bangka Barat, mengenang perawat Australia dan warga sipil yang tewas pada masa Perang Dunia II. (Foto: Ayo ke Bangka Barat)

Tugu Kenangan Para Perawat Vyner Brooke didirikan di Tanjung Kalian. Tugu peringatan lainnya didirikan di pantai Radji di mana 22 perawat dan seorang warga sipil dieksekusi mati oleh tentara Jepang. Di sebuah rumah yang pernah menjadi tempat tinggal penguasa Belanda, kemudian ditempati seorang kapten Jepang, konon juga sempat disinggahi perawat-perawat itu, dan sekarang difungsikan sebagai homestay, ditanami bunga mawar di pekarangannya sebagai simbol perdamaian. Judy Campbell dari Australia menginisiasinya sebagai simbol perdamaian antara Australia dan Jepang.

12 Februari 1942, Singapura jatuh ke tangan Jepang. Sebanyak 65 perawat tentara Australia dari Australian General Hospital dievakuasi ke kapal Vyner Brooke. Kapal itu sendiri telah disesaki lebih dari 200 warga sipil dan tentara Inggris yang juga turut dievakuasi.

Ketika kapal Vyner Brooke berada di Selat Bangka, tentara Jepang menyerangnya. Kapal karam. Penumpangnya berusaha menyelamatkan diri dan terdampar di pantai di Bangka Barat.

15 Februari 1942, matahari baru saja meninggi di Muntok. Para perawat yang selamat baru selesai mendirikan tenda-tenda untuk merawat mereka yang terluka. Tentara Jepang datang dan membawa pengungsi laki-laki, termasuk yang terluka namun masih bisa berjalan, ke suatu tempat. Di sana mereka dieksekusi. Kemudian, 22 orang perawat dan seorang perempuan sipil dibawa ke pantai Radji. Mereka tahu apa yang segera menimpanya. Mereka berjalan bergandengan tangan ke laut lalu dieksekusi.

Dari eksekusi-eksekusi yang dilakukan pada pagi hari kelabu itu, dua orang selamat. Mereka ialah perawat Vivian Bullwinkel dan Prajurit Kinsley. Kemudian mereka ditolong oleh warga lokal dan bersembunyi selama 12 hari. Hingga akhirnya mereka menyerahkan diri pada 28 Februari 1942 dan dijebloskan ke Camp tahanan perang di Muntok sebelum dibawa ke beberapa Camp di Pulau Sumatera.

Perawat Vivian akhirnya dibebaskan pada 11 September 1945. Pada bulan Oktober 1946, dia bersaksi di pengadilan kejahatan perang di Tokyo. Salah seorang perawat yang selamat dan saksi tragedi kemanusiaan di Muntok itu menghembuskan nafas terakhir pada 3 Juli 2000 di Perth, Australia.

Tugu Kenangan Para Perawat Vyner Brooke di Tanjung Kalian, Bangka Barat. [Foto; Liena Ngoi]

Menurut Sugia Kam, salah seorang pegiat di komunitas Heritage of Tionghoa Bangka (HETIKA) di Muntok, ziarah dilakukan pada tanggal 16 Februari setiap tahun. Peziarah merupakan keluarga korban dari tragedi kemanusiaan tersebut. Mereka datang langsung dari Australia dan Selandia Baru. Selain perwakilan dari kedutaan besar di Jakarta yang mendampingi mereka, warga lokal kerap diundang mengikuti prosesi ziarah.

‘’Bukti sejarahnya ada di Museum Timah Muntok. Setelah ziarah, mereka biasanya langsung pulang. Tapi ada juga yang melanjutkan perjalanan ke Palembang.  Karena di sana pun ada kejadian selama masa PD II. Untuk tahun ini, saya berinisiatif mengajak mereka ke DNG. Mereka makan siang dan melihat kebun kami,’’ ujar Sugia.

Sugia, salah seorang pendiri DNG, menyiapkan lempah kuning, sayuran khas Bangka yang mirip dengan sayur asem di Pulau Jawa. Bumbu yang digunakan untuk membuat lempah terbilang minimalis. Tetapi, khusus untuk tamu peziarah dari Australia ini, dia membuat racikan khusus hingga rempah-rempahnya terasa.

‘’Karena lidah bule kan suka rempah ya. Ada tiga orang alergi seafood dan tidak suka daging ayam. Jadi saya buatkan ikan bakar bumbu rempah a la DNG. Ternyata cocok. Saya sekalian nekat saja menawarkan pempek bangka dan menyajikan durian. Eh, mereka juga suka,’’ tambahnya.   

Tamu-tamu peziarah itu tampak tertarik dengan hidangan khas bangka. Mereka juga diperkenalkan dengan produk-produk yang diolah oleh warga dengan memanfaatkan hasil dari kebun-kebun. DNG, selain punya kebun sendiri, juga membantu UKM dan ikut mempromosikan makanan lokal.

Sembari mencicipi kuliner bangka, mereka berdiskusi. Para peziarah ingin dunia tahu yang terjadi di Muntok. Mereka berharap, tugu peringatan dan kenangan di Bangka Barat dapat mengedukasi setiap orang yang datang pentingnya menjaga perdamaian. Perang hanya akan membawa luka dan duka berkepanjangan bagi setiap pihak yang terlibat.***(Yun Damayanti) 



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *