SAUNG ANGKLUNG UDJO REBORN: PELIHARA TRADISI, CIPTAKAN MATERI BARU

Tourism for Us – SAU Reborn! Ada banyak cinta untuk angklung, alat musik dari bambu, yang ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Karena cinta jualah yang membuat Saung Angklung Udjo (SAU) sanggup bertahan dan bangkit dari masa terpuruk.  

Pertunjukan seni dan budaya sunda paling legendaris di Jawa Barat ini pernah nyaris tumbang dihantam badai pandemi COVID-19. Tetapi sekarang, anak-anak berkebaya warna-warni dan bawahan batik berupa rok kain sarung menyapa penonton dari berbagai suku dan bangsa dengan riang seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

SAU Reborn. Pertunjukan seni dan budaya Jawa Barat yang semakin interaktif, bisa dinikmati semua generasi dan segala bangsa.(Foto: Yun Damayanti)

Pertunjukan helaran yang mengangkat cerita anak-anak yang menghibur temannya yakni seorang anak laki-laki yang baru dikhitan dengan memainkan angklung dan berbagai permainan tradisional lainnya tidak lagi ditempatkan sebagai penampil pertama. Setelah lagu kebangsaan Indonesia Raya diiringi dengan angklung dan alat musik bambu lainnya, pada sore hari itu, penonton sontak langsung koor dan bergoyang ketika talenta muda SAU mengumandangkan,’’Ruuungkaaaddd…’’.

Penonton SAU jatuh hati dan cinta mati sejak penampilan pertama. Tidak seperti celoteh Rungkad yang menyesal karena terlalu cinta pada penampilan saja, talenta-talenta SAU tidak pernah mengecewakan penampilannya.

Grup penonton asing pada sore hari itu terungkap dari Belanda, Australia dan Uzbekistan. Mereka melongo melihat antusiasnya penonton dari berbagai daerah di Indonesia seketika mendengar melodi dangdut Rungkad mengalun dari tiga angklung toel. Tanpa mengerti sepatah kata pun celotehan melow Rungkad, mereka tidak bisa menolak keinginan tubuhnya untuk bergoyang. Dan akhirnya, mereka juga ikut berjoged di tengah Saung Ageung Angklung Udjo. What a song to start  the show!

Program berlanjut dengan penampilan wayang golek yang dibawakan oleh seorang dalang muda asuhan SAU. Lima menit pertama layaknya menonton pertunjukan wayang golek yang mengangkat cerita Rama dan Shinta. Kemudian di menit berikutnya, sang dalang tiba-tiba menyingkap tirai yang menutupi bagian bawah meja dengan kakinya. Penonton bisa melihat ‘rahasia’ seorang dalang memainkan wayang.

Setelah itu, tiga penari cilik membawakan tari topeng. Barulah kemudian, pertunjukan angklung yang dikemas dalam cerita helaran khitanan tadi dimulai. Setelah bertahun-tahun tidak menonton pertunjukan SAU, mata penulis tertumbuk pada dua ekor ‘domba garut’ berwarna hitam dan putih di tengah anak-anak yang bermain angklung, menari dan memainkan permainan tradisional. ‘Domba garut’ itu talenta baru dan, sepanjang ingatan penulis, tidak ada domba dalam pertunjukan sebelumnya.

Seekor ‘Domba garut’ dimainkan oleh dua orang anak yang mengenakan kostum domba lengkap dengan tanduknya yang melingkar. Domba tersebut mengingatkan penulis pada barongsai. Namun, tidak seperti barongsai yang bisa berakrobat, domba itu hanya bermain-main dan duel beradu tanduk.

Belajar dan bermain angklung bersama tetap menjadi program paling ditunggu dan dicintai. Sebagai klimaks, pertunjukan ditutup dengan hampir semua penonton turun lagi ke tengah saung: menari dan memainkan permainan tradisional injit-injit semut dan ular naga bersama talenta anak-anak dan remaja dari sekitar SAU sambil diiringi alunan angklung dan alat musik bambu lainnya; lalu berpegangan tangan dan membuat lingkaran besar, lingkaran persahabatan.

Taufik Hidayat Udjo, Pimpinan Saung Angklug Udjo.(Foto: Yun Damayanti)

’Udjo Reborn means, we want to tell the public, our customers, that Saung Angklung Udjo is still alive. Tentu materi-materi pertunjukan disesuaikan dengan kondisi zaman dan pengunjung yang datang,’’ ujar Taufik Hidayat Udjo, Pimpinan Saung Angklug Udjo.

Taufik menerangkan, konsep SAU adalah keep the old ones and create the new ones. Secara garis besar, harus selalu ada kebaruan-kebaruan dalam materi pertunjukan.

‘’Kami memelihara konsep-konsep yang lama yakni konsep-konsep tradisional yang mempunyai nilai, masih menarik untuk dilihat dan orang juga masih suka menontonnya. Materi tradisional itu kami berikan sentuhan kekinian yang juga ada nilai-nilainya.

Create the new ones, itu lebih pada bagaimana kami menyesuaikan dengan kondisi zaman. Baik itu dari sisi musikalnya maupun alat musiknya. Genre musik itu kan bermacam-macam. Kami sesuaikan lagu-lagu yang dialunkan dengan siapa yang datang. Lagu-lagu yang mereka kenal dan mereka pun bisa memainkannya. Angklung, pada kondisi sekarang, bukan selalu dimainkan oleh banyak orang tetapi juga bisa oleh individu. Sekarang kami ada angklung toel, angklung piano, dan grand angklung,’’ kata Taufik.

Pola pertunjukan SAU yang dahulu tetap ada seperti helaran khitanan dan belajar angklung. Taufik mengakui ada materi-materi baru yang diselipkan dalam pertunjukan selepas pandemi. Salah satunya keberadaan dua ‘domba garut’.

‘’Oh, domba garut? Itu bukan seni tradisional. Ada orang garut menciptakan itu. Kami coba meng-ATM-kannya di pertunjukan SAU. Kami amati, tiru, dan modifikasikan, ATM,’’ tambahnya.

Ekspresi wajahnya menjadi sangat serius saat mengatakan, dia tidak ingin mengingat masa pandemi. SAU beroperasi normal kembali mulai sekitar pertengahan tahun 2022.

‘’Itu masa-masa yang sangat menyedihkan. Sampai sekitar dua tahun kami tidak menerima tamu seperti biasa. Karena memang tidak boleh, kan? Begitu orang boleh berkumpul, kami langsung buka,’’ tutur Taufik. 

SAU bertahan dengan mengurangi jumlah pegawai hingga setengahnya. Gaji karyawan pun hanya setengah dari gaji normalnya. Namun, beban pekerjaan para karyawan menjadi tiga kali lipat daripada sebelumnya. Karena mereka dituntut harus menguasai beberapa hal baru terutama terkait teknologi seperti menyelenggarakan pertunjukan virtual.

‘’Kemampuannya menjadi berbeda dengan kemampuan orang-orang yang sebelumnya. Harus ada knowledge baru. Ada training. Bagaimana pertunjukan dilakukan melalui media-media sosial. Seperti itu,’’ kata Taufik.

Dari pertengahan tahun lalu sampai pertengahan tahun 2023, setiap pertunjukan SAU rata-rata dihadiri lebih dari 1000 pengunjung. Pada tahun 2019,  pengunjung SAU mencapai hampir 2000 orang per hari.

‘’Menurut saya, yang menarik sekarang, justru pertunjukan keluarnya jadi lebih banyak. Dalam sehari kami bisa menggelar pertunjukan antara empat hingga enam kali. Ada yang dilakukan di SAU dan ada pula yang dilakukan di luar SAU. Di bulan September ini, kami ada pertunjukan di Maroko,’’ kata Taufik penuh rasa syukur.

Dia berharap, ‘’Pertunjukan musik angklung di SAU bukan lagi dipertahankan tetapi dikembangkan. Sejujurnya, obyek wisata seperti ini, terutama di Jawa Barat, bisa dikatakan, tidak ada saingan.’’

120 buyers dari 22 provinsi dan 3 negara yang hadir di West Java Travel Mart 2023 (WJTM) tampak menikmati pertunjukan seni dan budaya di Saung Angklung Udjo sore itu. Progam post tour dan keseluruhan acara WJTM 2023 berakhir di sini.

Buyers domestik dan mancanegara bisa menjual kembali program kunjungan ke SAU. Menurut informasi yang diunggah di Instagram Saung Angklung Udjo, jadwal pertunjukan reguler setiap hari Senin-Jumat pada pukul 15.30-17.00 WIB. Jadwal pertunjukan pada akhir pekan yakni hari Sabtu pukul 13.00 WIB dan 15.30 WIB. Dan hari Minggu pada pukul 10.00 WIB.

Untuk menonton pertunjukan SAU dibutuhkan reservasi terlebih dahulu. Tidak ada minimal jumlah pengunjung. Harga tiket mulai dari Rp 75.000 per orang. Tiketnya masih berupa bros angklung mini yang dikalungkan.

Di ruas Jalan Padasuka yang semakin padat, Saung Angklung Udjo berdiri bagaikan rumpun bambu. Akar bambu menancap dalam di bawah permukaan tanah guna menopang kayunya berdiri tegap. Akar yang sama mencengkram struktur tanah agar tidak longsor juga menjaga mata air. Kayu bambu yang tampaknya kaku itu menjadi lentur ketika angin bertiup. Pada saat itu helai daunnya berdesau dan menciptakan komposisi nyanyian indah dari alam yang dibawa angin hingga jauh.***(Yun Damayanti)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *