PENJUALAN PAKET WISATA BALI TURUN, OPERATOR TUR PERANCIS MAU MEMPROMOSIKAN ‘BEYOND BALI’
Tourism for Us – Kunjungan wisatawan asal Perancis ke Bali masih menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun, meskipun pertumbuhan penjualan paket wisata ke Bali mengalami penurunan pada tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Beberapa faktor telah berkontribusi terhadap melambatnya pertumbuhan penjualan paket wisata ini. Namun, sisi positifnya adalah permintaan paket wisata ke destinasi lain di luar Bali (Beyond Bali) dari operator tur Perancis meningkat.
Menurut Data Kumulatif Kedatangan Wisatawan Mancanegara Langsung ke Bali Melalui Pintu Masuk dan Kebangsaan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, wisatawan Perancis yang datang ke Bali tercatat sebanyak 227.310 orang pada periode Januari-September 2025, sementara pada periode yang sama tahun 2024 jumlahnya 204.728 orang. Pada periode Januari-September 2023 jumlah wisatawan Perancis ke Bali mencapai 163.677 orang.
Kunjungan wisatawan Perancis ke Bali pada periode Januari-September 2025 tumbuh sebesar 10,92% dibandingkan periode yang sama pada 2024. Sementara itu, pertumbuhan wisatawan Perancis ke Bali pada Januari-September 2024 mencapai 25,20% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023.

I Putu Winastra, S. AB., M.A.P., President Director KBA DMC Bali, membenarkan bahwa wisatawan Perancis yang berkunjung ke Bali menurun pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan ini.
‘’Betul. Tahun ini terjadi penurunan wisatawan Perancis ke Bali sekitar 20% sampai 30% dibandingkan tahun lalu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, berita-berita terkait destinasi Bali seperti overtourism, macet, banyak sampah, yang selalu berseliweran di media sosial, itu memberikan trigger,’’ ujar Winastra.
Dia menambahkan, ‘’Kalau kita berbicara dengan tour operator di Perancis, mereka memahami apa yang kita sudah sampaikan. Tetapi, mereka tidak bisa meng-counter semua isu tersebut kepada publik di Perancis.’’
Faktor kedua adalah harga tiket pesawat dari Perancis ke Bali lebih tinggi dibandingkan ke destinasi-destinasi lain. Pada tahun 2025, wisatawan Perancis lebih memilih ke destinasi-destinasi yang mempunyai penerbangan langsung dengan harga tiket pesawat yang lebih murah, misalnya Vietnam. Wisatawan Perancis banyak yang berkunjung ke Vietnam tahun ini karena ada penerbangan langsung dengan harga tiket pesawat yang jauh lebih murah daripada ke Bali.
Faktor berikutnya, citra Bali di kalangan masyarakat Perancis sedang mengalami penurunan saat ini. Penjualan paket wisata ke Bali juga menunjukkan tren yang menurun, sehingga operator tur Perancis berencana untuk mempromosikan destinasi lain di luar Bali. Mereka akan menjual Indonesia sebagai sebuah destinasi. Meskipun Bali tetap menjadi bagian dari program perjalanan yang ditawarkan, fokus utama tidak lagi diletakkan pada Pulau Dewata.
Permintaan perjalanan wisata ‘Beyond Bali’ juga meningkat dari pasar Eropa lainnya
Penurunan permintaan perjalanan wisata ke Bali tidak hanya dirasakan oleh para operator tur yang melayani pasar Perancis, tetapi juga oleh operator tur yang melayani wisatawan dari berbagai pasar Eropa lainnya seperti Jerman, Belanda, dan Swedia. Meskipun demikian, mereka mengatakan adanya peningkatan permintaan untuk perjalanan wisata ke destinasi di luar Bali. Bagaimanapun, Pulau Dewata tetap menjadi bagian dari program perjalanan, meskipun durasi kunjungan di pulau ini berkurang. Selain itu, rata-rata wisatawan cenderung menghindari daerah di selatan Bali selama masa kunjungannya.
Pada kesempatan terpisah, Operational Manager Aneka Kartika Tours Adjie Wahjono mengatakan telah menerima permintaan perjalanan wisata ke Indonesia tanpa harus ke Bali terutama sejak ITB Berlin 2025. Permintaan ini datang terutama dari mitra-mitra di luar negeri yang mempunyai customised itinerary.
‘’Tahun 2025, permintaan itinerary without Bali meningkat antara 10% sampai 15% daripada tahun 2024. Ini bukan berarti Bali dihilangkan sama sekali dalam itinerary. Tapi, mereka memilih tidak berada di selatan Bali,’’ ujar Adjie.
Dia menjelaskan, permintaan ini timbul karena wisatawan dari Eropa mau menjalani slow travel. Selain itu, citra negatif destinasi Bali pascapandemi, seperti kemacetan, sampah, harga yang lebih mahal, dan tourism tax (pungutan terhadap wisatawan asing), juga turut mempengaruhi penjualan paket wisata ke Bali.
Mitra kerja di luar negeri dengan skala usaha yang lebih kecil kini mulai meminta paket 1-island-1-trip tanpa harus ke Bali, dengan program perjalanan yang disesuaikan untuk eksplorasi budaya yang lebih mendalam (cultural discovery). Sementara, Bali berfungsi sebagai hub transit untuk kedatangan atau kepulangan wisatawan.
Menurutnya, Pulau Sumatera dan Sulawesi berpotensi untuk dikembangkan dalam program 1-island-1-trip karena tersedia bandara internasional. Saat ini, Sumatera punya kelebihan dengan tersedianya penerbangan langsung dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab ke Medan, Sumatera Utara yang dilayani oleh maskapai Etihad. Perjalanan eksplorasi di pulau ini saja bisa mencapai tujuh hingga 10 hari.

Sementara itu, Sulawesi juga mempunyai dua bandara internasional di Makassar, Sulawesi Selatan dan Manado, Sulawesi Utara. Perjalanan eksplorasi dari selatan ke utara selama satu sampai dua minggu menawarkan pengalaman yang lengkap mulai dari perjalanan budaya di Toraja, mengunjungi pedesaan, hingga wisata bahari dengan lokasi snorkeling dan selam yang relatif mudah dijangkau dari pantai seperti di Togean dan Manado. Berada di garis Wallacea, flora dan fauna di pulau ini sangat unik.
Paket klasik Java Overland – Bali dimodifikasi sedemikian rupa, di mana durasi perjalanan di Pulau Jawa lebih lama daripada di Bali. Karimun Jawa menjadi beach break hot spot baru yang disukai oleh, terutama, wisatawan Perancis. Salah satu resor di Karimun Jawa mengungkapkan bahwa mereka kebanjiran tamu dari Perancis pada musim puncak liburan tahun ini.
‘’Waktu yang biasanya dihabiskan di Bali selama ini, minta dialihkan ke Bandung, Bromo, Lombok, Labuan Bajo, dan lain-lain. Di Bali, mereka lebih memilih daerah yang relatif tidak ramai seperti Pemuteran, Munduk, dan Sidemen. Ubud juga masih jadi pilihan. Sanur biasanya dipilih agar lebih dekat ke bandara saat pulang,’’ kata Adjie.
Bali krisis PR
Industri pariwisata Bali saat ini menghadapi tantangan dalam menjaga citra publik destinasi. Untuk menjaga dan memperkuat reputasi Pulau Bali sebagai destinasi wisata, diperlukan strategi hubungan masyarakat (PR) yang efektif, yang seharusnya dipimpin oleh institusi pemerintah. Promosi destinasi juga harus berkelanjutan, tanpa menganggap bahwa popularitas sebuah destinasi saat ini sudah cukup untuk menarik pengunjung.
‘’Promosi destinasi harus terus dilakukan. Tidak ada destinasi yang tidak dipromosikan lalu orang akan datang dengan sendirinya. Itu mustahil. Destinasi harus dipromosikan baik secara online maupun offline. Itu wajib. Faktanya, Cocacola dan McDonald yang begitu terkenal tetap berpromosi,’’ tutur Winastra.
Pelaku industri pariwisata, dengan atau tanpa pemerintah, terus melakukan kegiatan promosi. Mereka mempromosikan produk yang tersedia di destinasi. Namun, dalam hal kegiatan PR atau menjaga citra destinasi, pelaku industri, baik yang berada di destinasi maupun mitranya di luar daerah dan luar negeri, tidak memiliki kemampuan dan sumber daya yang cukup untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sebagai pengambil kebijakan perlu memiliki pemahaman yang mendalam mengenai hal ini. Bisnis yang diperoleh pelaku industri dari kegiatan promosi akan memberikan pendapatan kepada negara dan daerah. Dengan pajak yang diperoleh dari sektor pariwisata, penting bagi pemerintah untuk mempromosikan Indonesia sebagai destinasi yang utuh dan komprehensif. Ini termasuk pelaksanaan strategi PR yang efektif, yang merupakan tanggung jawab pemerintah.
‘’Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta sangat penting di sini, dengan masing-masing pihak memahami dan menjalankan tanggung jawabnya secara jelas,’’ pungkas Winastra. ***(Yun Damayanti)
