KARENA WISMAN INGIN PERGI KE DESTINASI YANG MEMBERI KEMUDAHAN

Tourism for Us – Situasi dan kondisi Indonesia mengendalikan pandemi COVID-19 lebih baik di penghujung 2021 daripada tahun sebelumnya. Zona resiko tinggi dan sedang sudah di level 0 persen. Merujuk pada data Satgas COVID-19 sampai dengan 26 Desember 2021 tercatat, 75 persen telah menerima dosis pertama dan 53 persen dosis kedua dari target nasional 208.265.720 penduduk Indonesia tervaksin. Langkah berikutnya adalah bagaimana membuat bepergian ke negeri kepulauan ini dapat berjalan lebih mudah.

Tirta Empul di Tampak Siring.Salah satu tempat purifikasi utama dan terkenal di Bali.(Foto: Yun Damayanti)

Antusias, tapi bingung

Asosiasi biro perjalanan wisata inbound Indonesia IINTOA (Indonesia Inbound Tour Operator Association) menggelar survey internal pada bulan Oktober 2021. Survey dilakukan sesaat setelah pemerintah mengumumkan Bali dibuka lagi untuk perjalanan internasional. Hasilnya menunjukan antusiasme tetapi juga kebingungan.

Sebanyak 61,5 persen responden survey menyatakan mitra-mitranya di luar negeri antusias terhadap kebijakan pembukaan Bali. Tetapi, 34,6 persen mitra-mitra anggota IINTOA di mancanegara masih bingung atas kebijakan tersebut. Karena tidak sedikit poin-poin kebijakan yang diumumkan saling bertentangan. Sementara begitu banyak informasi yang beredar namun tidak memberikan kejelasan dan kepastian. Bagaimanapun, 78,8 persen responden setuju bahwa pengumuman pembukaan border di Bali cukup membawa manfaat.

Dari hasil survey tersebut, begini persepsi anggota IINTOA terhadap produk kebijakan pemerintah untuk mereaktivasi pariwisata inbound Indonesia:  

  1. E-visa: sebanyak 59,6 persen BPW inbound sudah tahu tapi tidak mengerti peraturannya. Hanya 13,50 persen responden menyatakan sudah tahu dan memahaminya. Dan 26,90 persen lainnya mengatakan belum tahu karena belum ada sosialisasi
  2. Karantina: kebijakan yang dianggap paling tidak populer dan kontra produktif atas niat Indonesia yang menginginkan wisman kembali berkunjung. Responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 79,2 persen, dan cuma 20,8 persen bisa menerima dan memakluminya. Dari responden yang menerima kebijakan karantina pun memberi catatan, hanya jika bisa dilakukan di dalam lingkungan hotel/vila/resort (81,8%). Durasi karantina cukup 1×24 jam (54,5%). Ada juga yang menyatakan, tidak perlu karantina karena wisman yang akan ke Indonesia wajib mematuhi aturan sudah menerima vaksin lengkap, lagipula negara asal tidak akan mengizinkan warga negaranya yang sakit bepergian keluar negeri (9,1 %). Respon negatif atas kebijakan ini bukan berasal dari BPW semata, tetapi juga datang dari mitra bisnis maupun klien (wisatawan). Bahkan untuk merayu klien dari pasar kelas atas, kata ‘karantina’ sudah menurunkan mood, bukan karena mereka tidak mampu membayar biayanya.
  3.  Test RT PCR: tes ini merupakan salah satu cara tracing dan langkah preventif umum yang dilakukan oleh setiap negara sehingga 60,4 persen responden bisa menerimanya. Hanya 39,6 persen responden mengatakan tidak bisa menyetujuinya.
  4. Aplikasi PeduliLindungi: sebanyak 53,8 persen BPW inbound sudah mengetahuinya tapi belum mengerti bagaimana wisman bisa menggunakan aplikasi ini. Seperti kebijakan e-visa, hanya 30,80 persen BPW menyatakan sudah tahu dan memahaminya. Masih ada 15,40 persen BPW belum tahu bagaimana aplikasi tersebut digunakan untuk wisman karena belum ada sosialisasi.
  5. Tour operator Pendamping: sebanyak 72,7 persen responden setuju apabila wisman yang datang menggunakan operator tur selama di Indonesia. Ini merupakan cara lain yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah guna mendukung 3T dalam mengendalikan pandemi dari membuka kembali pariwisata inbound. Hanya 27,3 persen tidak menyetujuinya.

Hasil lain dari survey tersebut, mitra-mitra dari pasar India paling banyak merespon pembukaan pariwisata internasional Bali. Ada 18 BPW yang menerima permintaan perjalanan dari India. Kemudian, 13 BPW menerima permintaan perjalanan dari Perancis, 10 BPW menerima permintaan dari Cina dan UAE, dan 6 BPW menerima permintaan dari Spanyol.

Selain itu, permintaan juga datang dari Jepang, Portugal, dan Italia yang diterima oleh 5 BPW, dan 4 BPW menerima permintaan dari Belanda, Jerman dan Arab Saudi. Selebihnya permintaan datang dari Qatar, Rusia, Singapura, Vietnam, Malaysia, Polandia, AS, Swedia, Inggris, Denmark, Hongkong, Taiwan, Sudan, Lithuania, Filipina, Ukraina, Kuwait, Korea Selatan dan negara-negara federasi Rusia (CIS).

Survey internal tersebut diikuti oleh 57 BPW anggota IINTOA. Asosiasi ini mempunyai total anggota 225 BPW inbound di seluruh Indonesia. Jumlah BPW inbound relatif sedikit dibandingkan potensi besarnya.  

Wisatawan India ingin ke Bali tapi…

Pemerintah Indonesia dan India telah melakukan pembicaraan untuk vaccinated travel lane (VTL). Pembicaraan sudah memasuki tahap mutual recognition arrangement. Walaupun sampai saat ini belum ada penandatanganan di antara kedua negara.

Niluh Werdiani dari Tria Uma Wisata, salah satu BPW inbound spesialis pasar India di Bali mengatakan, baik pelaku industri di Bali dan India siap melaksanakan perjalanan dalam koridor VTL.

‘’Rencana awal itu akan dilakukan bulan November 2021. Ketika rapat, kami sudah sampaikan data-data dan usulan-usulan. Ada juga rencana charter flight dari India. Kami di industri sudah sangat siap, begitupun dengan mitra kami di India, sudah siap juga. Sepanjang ada kemudahan visa dan bebas karantina, itu bisa jalan,’’ tutur Werdi.

Wisnu Arimbawa, dari GD Tour, BPW lainnya yang menangani wisatawan India di Bali menerangkan, hubungan historis dan religius membuat pasar India sangat antusias sejak tahu Bali dibuka lagi bagi wisman. Durasi wisatawan India di Pulau Dewata rata-rata selama 5 hari 4 malam. Populasi negeri itu yang lebih dari 1 miliar menciptakan pasar besar dan beragam. Mulai dari wisatawan bujet dengan pilihan akomodasi bintang 3 hingga kelas luxury yang menginap di akomodasi bintang 5 dan vila dengan kolam renang pribadi.

‘’Wisatawan India di Bali menikmati program tur yang berkaitan dengan spiritual dan religion tourism. Mereka menonton tari kecak di Uluwatu dan Ubud, dan melakukan purifikasi di Pura Tirta Empul Tampak Siring. Selain itu juga meditasi dan yoga. Tentu saja mereka juga menyukai program lainnya seperti makan siang di Kintamani dan Jimbaran, makan malam di atas kapal pesiar, dan night life. Pesta makan malam dengan special music arrangement di atas private cruise dinner juga sangat disukai,’’ ungkap Wisnu.

Sunset dinner cruise di atas kapal Bali Hai. Dinnner cruise di perairan sekitar Tanjung Benoa diminati banyak wisatawan India sebelum pandemi COVID-19. [Foto; Yun Damayanti]

Karena wisatawan ingin bepergian ke destinasi yang memberikan kemudahan

Harapan terbesar BPW inbound pada 2022, pemerintah dapat membuat kebijakan pariwisata inbound yang beranjak dari bagaimana membuat perjalanan wisatawan ke Indonesia mudah (less hassle). Pelaku industri pariwisata inbound berkepentingan atas isu bagaimana Indonesia mengendalikan pandemi. Langkah berikutnya yang juga penting adalah memahami pain points wisatawan yang hendak berwisata ke Indonesia. Lalu memperkuat basis business-to-business untuk membawa wisman ke Indonesia. Dan, informasi kerangka waktu pembukaan pariwisata Indonesia yang jelas (clear) dan pasti (firmed) serta resmi (official).

‘’Pariwisata inbound Indonesia butuh dukungan nyata dari pemerintah. Kami membutuhkan kebijakan-kebijakan dan program-program kerja yang mendukung eksistensi BPW (tour operator) inbound tetap berada dalam radar travel trade dunia dan memastikan produk-produk perjalanan ke Indonesia masuk dalam katalog para operator tur dan agen perjalanan di sumber-sumber pasar. Untuk mendatangkan wisman, Indonesia harus memperkuat basis business-to-business ,’’ ujar Ricky Setiawanto, Sekretaris Jenderal IINTOA.  

Herman Rukmanadi dari Bhara Tour, BPW dengan pengalaman lebih dari 30 tahun mendatangkan wisman ke berbagai destinasi di Indonesia, berbagi pengalaman,‘’Beri kemudahan. Kita mau pergi ke suatu destinasi kalau ke situ mudah, kan? Begitu juga dalam mendatangkan wisman. Lupakan jika kita minta wisman harus apply visa. Menurut saya, VOA (visa on arrival) bisa menjadi jalan tengahnya. Tapi ingat, di bandara, infrastruktur dan fasilitas VOA sudah harus siap. Tidak ada antrian panjang mengular.’’  

Terkait karantina, Herman menjelaskan, ‘’Oke. Sekarang masih karantina. Tapi, karantina berlaku sampai kapan? Ini harus dijelaskan dan dipastikan. Oke. Misal, Indonesia mau buka untuk summer 2022, diumumkannya tiga bulan sebelumnya. Jadi wisatawan, operator turnya, maskapai penerbangannya, semua bisa melakukan persiapan-persiapan yang dibutuhkan. Bukan sekarang diumumkan sekarang juga berlaku. Itu tidak akan pernah membawa wisatawan datang. Jadi, kalau kita mau mendatangkan wisman, kita bicara dan bertindak dalam kerangka waktu, semua informasi harus clear and firmed, jelas dan pasti.’’

Baik wisatawan maupun pelaku industri pariwisata paham, kemudahan di masa pandemi tidak akan sama dengan kemudahan-kemudahan perjalanan sebelum pandemi. Karena semua orang ingin bepergian dengan aman, nyaman dan tetap sehat. Pandemi yang telah berjalan selama dua tahun semakin bisa dikendalikan.

Perkuat basis business-to-business

Industri BPW (tour operator/TO) dan agen perjalanan (travel agent/TA) tidak imun dari disrupsi digitalisasi. Penggunaan digital dalam industri TO/TA adalah sebagai media untuk meningkatkan kualitas layanan melalui komunikasi digital yang lebih cepat dan lancar. Digitalisasi juga digunakan untuk memperluas jangkauan pemasaran dan meningkatkan volume penjualan. Meskipun demikian, pakem melakukan bisnisnya relatif tidak berubah. TO/TA akan memasarkan dan menjual produk-produk di destinasi yang ada di dalam katalognya.

T/O di luar negeri berperan sebagai agen bagi T/O Indonesia. T/O Indonesia tidak memperoleh slot secara gratisan untuk bisa memasukan produk dalam katalog mereka. Dengan menempatkan produk-produk perjalanan ke Indonesia dalam katalognya, mereka yang akan berkolaborasi dengan maskapai penerbangan; memasarkan, mempromosikan dan menjualnya melalui agen-agen ritelnya maupun berbagai platform digital seperti e-newsletter, email marketing, website dan medsos untuk mendekatkan produk dengan calon konsumen di negaranya. Posisi TO/TA dalam mendatangkan wisman ke Indonesia masih penting.

Komponen-komponen perjalanan seperti tiket, hotel dan bahkan pengalaman (experience) semua bisa dibeli secara online dan mudah sekarang. Setiap individu wisatawan bisa mengatur sendiri perjalanannya. Namun, online travel agent (OTA) tidak bisa mengakomodasi kebutuhan multidays tour dan perjalanan grup. Karena paket-paket yang dijual dalam berbagai platform itu bersifat fix.

‘’OTA tidak menjual paket wisata karena sifatnya booked and confirmed. Jika dilihat, produk yang dijual dalam OTA adalah komponen saja seperti transportasi, hotel, excursion tapi tidak multidays tour. Jadi untuk paket tur konsumen tetap akan menghubungi TO/TA karena di dalamnya sudah termasuk komponen tiket, akomodasi, transportasi, obyek wisata dan restoran (meals),’’ ungkap Ricky.

‘’OTA juga tidak bisa mengakomodasi perjalanan grup. Karena dalam perjalanan grup ada sliding price. Begitupun dengan perjalanan insentif, perusahaan-perusahaan akan menghubungi TO/TA karena perjalanan insentif  pada umumnya tailor made,’’ tambah Herman.

Herman berpandangan, memaksimalkan promosi pariwisata Indonesia secara digital adalah ranah pemerintah. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mendekati operator-operator tur besar dan berpengaruh di negara pasar.

‘’Bawa mereka ke Indonesia untuk first hand experience sehingga Indonesia dimasukkan dalam katalog mereka,’’ pungkas Herman.*** (Yun Damayanti)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *