DESA ASTANA, DARI SITUS KOMPLEKS PEMAKAMAN HINGGA JADI DESA WISATA

Tourism for Us – Desa Astana di Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon adalah salah satu desa yang hidup dari wisata ziarah.

Peziarah datang silih berganti di makam Sunan Gunung Jati, Desa Astana, Cirebon. (Foto: Yun Damayanti)

Ada dua kompleks pemakaman besar di Desa Astana yaitu kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati di Bukit Sembung dan kompleks pemakaman Syekh Maulana Dzatul Kahfi di Bukit Jati. Posisi kedua bukit itu bersebelahan dan hanya dipisahkan seruas jalan raya. Di kedua kompleks pemakaman yang berumur lebih tua dari kota Cirebon merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi para guru dan penyebar Islam di Jawa Barat. Dan raja-raja Cirebon pun  dimakamkan di sana sampai sekarang.

Syarif Hidayatullah, nama asli Sunan Gunung Jati, tidak hanya seorang penyebar agama Islam di Jawa Barat dan Banten. Ia juga merupakan salah seorang dari Wali Songo. Dari pertemuan di Tuban, Jawa Timur, ia ditunjuk sebagai pemimpin para wali.

Sebagai seorang pemimpin, Sunan Gunung Jati punya pengaruh besar dan kuat. Pengaruhnya tidak sebatas di wilayah kesultanan Cirebon saja tetapi juga hingga ke daerah-daerah lain. Ia pun berperan dalam mendirikan kesultanan Banten. Selain itu, bersama dengan Kerajaan Demak, turut berperan menghalau Portugis mendekati Pulau Jawa.

Di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati pengunjung dapat melihat gapura-gapura dari bata merah. Bentuk gapuranya meruncing seperti bangunan di era kerajaan Hindu. Sedangkan pemakaian bata merah karena di situ daerah penghasil bata merah.

Aneka piring keramik ditempelkan pada dinding tembok yang mengelilingi pendopo maupun pada dinding di dalam pendopo yang menaungi makam-makam. Selain itu, tempayan-tempayan besar berukir dari Cina ditempatkan di berbagai sudut di dalam kompleks pemakaman. Menurut penjaga makam, gerabah-gerabah itu dibawa dari Cina oleh rombongan Putri Ong Tien setelah menikah dengan Syarif Hidayatullah.

Dan di belakang kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati ada masjid heritage yakni Masjid Dogjumaneng.

Dari kompleks pemakaman hingga menjadi desa wisata

Kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati buka selama 24 jam. Para peziarah datang silih berganti. Kedatangan peziarah dari berbagai daerah itu telah membuat Desa Astana terus  berdenyut.

Menurut keterangan tertulis panitia Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, di Desa Astana masih hidup kelompok seni hadrah dan marawis, seni rebana, dan tari topeng. Selain itu, ritual Mauladan, Nadra, Grebeg Syawal dan kegiatan adat Mapag Sri juga terus dilakukan oleh masyarakat.

Dengan pengunjung yang tidak pernah berhenti mengalir, masyarakat di sekitar kompleks pemakaman menjajakan aneka makanan khas Cirebon seperti empal gentong, doclang, nasi lengko, dan tahu gejrot. Kemudian, intip (kerak nasi) dan olahan melinjo berupa keripik dan emping dikemas agar bisa dibawa pulang.

Tidak hanya itu, melihat kebutuhan berdoa peziarah sekaligus sebagai bukti pernah datang ke makam Sunan Gunung Jati, masyarakat membuat tasbih dan tongkat dari kayu. Kerajinannya berkembang dengan membuat kerajinan tangan ukir kayu, kaos, ikat kepala dan lain-lain.

Walaupun tidak banyak, desa ini telah memiliki beberapa homestay yang menyatu dengan kios penjualan oleh-oleh. Penginapan Kios Melani dan Penginapan Gwen yang paling sering disinggahi wisatawan.

Tempat parkir untuk bis dan kendaraan-kendaraan lebih kecil telah tersedia. Sebuah pendopo kecil persis di luar gerbang kompleks pemakaman bisa dimanfaatkan sebagai tempat transit peziarah.

Sayangnya, situs makam Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya situs Walisongo yang belum disentuh oleh pemerintah daerah (pemda). Sampai saat ini, belum ada titik temu antara pemda dan keraton-keraton di Cirebon untuk mengelola dan merawat situs bersejarah itu bersama-sama.

Pun mengenai keberadaan pengemis di dalam makam dan sekitar kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati belum kunjung tuntas diatasi. Keberadaan mereka mungkin tidak bisa dihilangkan begitu saja. Namun, keberadaannya bisa diatur sehingga tidak mengganggu kenyamanan para peziarah dan pengunjung non-peziarah.

Kompleks pemakaman dan Masjid Sunan Ampel di Surabaya sudah membuktikan, apa yang sudah ada di situs Walisongo bisa diatur dan ditata. Hasilnya, tidak hanya peziarah yang datang tetapi juga menarik wisatawan lain, wisatawan mancanegara non-muslim, mau melihatnya dari sudut pandang sejarah dan budaya.***(Yun Damayanti) 



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *