SAUPON MANGROVE HOMESTAY, HIDDEN GEM DI TELUK MAYALIBIT, RAJA AMPAT

Tourism for Us – Berada di dalam hutan mangrove yang masih alami di Teluk Mayalibit, Saupon Mangrove Homestay sudah menjadi destinasi itu sendiri. Kelompok Tani Hutan Waifoi yang mengelola pertanian hutannya dengan mengedepankan kearifan lokal telah menjadikan homestay bukan sekedar penginapan biasa. Kelompok tani hutan ini berhasil memperkenalkan sisi lain keindahan Raja Ampat dan kehidupan warga lokalnya melalui beragam aktivitas rendah karbon.

Teluk Mayalibit boleh saja tidak memiliki terumbu-terumbu karang indah di bawah lautnya. Namun, mangrove tumbuh subur di teluk ini. Keberadaan hutan mangrove memegang peran dan kendali penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan alam bahari secara keseluruhan. Dan Saupon Mangrove Homestay hendak memperlihatkan keindahan Raja Ampat di atas permukaan lautnya yang belum banyak diketahui kepada dunia.  

Sekitar 10 menit trekking dari homestay, tamu-tamu sampai di tempat tokok sagu. Di situ mereka bisa melihat warga mengambil dan mengolah sagu. Tamu-tamu juga bisa ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Dan mama-mama di keluarga Gaman akan memasaknya menjadi makanan khas papua seperti papeda yang bisa dinikmati saat jam makan di homestay.   

Kakak-beradik keluarga Gaman punya tempat spesial di dalam hutan. Mereka membuat dek panorama di situ. Dek panorama itu bisa ditempuh selama 30 menit trekking dari homestay. Sekarang para tamu turut menikmati panorama hutan dan Teluk Mayalibit dari ketinggian serta puncak Gunung Nok yang ikonik. Pada saat matahari terbit atau ketika matahari akan terbenam.

Trekking lebih jauh lagi, selama sekitar satu jam dari homestay, terdapat sebuah air terjun kecil di dalam hutan lebat. Air terjunnya rendah dengan kolam yang tidak terlalu dalam.    

Hutan mangrove Teluk Mayalibit adalah rumah bagi, di antaranya, burung cendrawasih merah (Paradisaea rubra), burung rangkong papua (Rhyticeros plicatus), dan anggrek biru (Dendrobium azureum). Mereka bisa ditemukan saat trekking menuju tokok sagu, dek panorama dan air terjun.

Wisatawan tidak kekurangan aktivitas di homestay. Selain dapat memancing di area dek, tamu-tamu bisa melihat bagaimana anggota keluarga Gaman menombak ikan pada malam hari atau balobe. Mereka juga menebar perangkap ikan tradisional di sekitar homestay. Dan yang terjaring di dalamnya tidak hanya ikan saja tetapi juga kepiting biru.

Keluarga ini pun membudidayakan teripang. Dan tamu-tamu pun dapat ikut melepaskan bibit teripang di tambak.

Saupon Mangrove Homestay dikelola oleh keluarga Gaman. Sampai saat ini ada lima kamar yang mampu mengakomodasi 10 tamu. Di setiap kamar diisi dengan kasur dan kelambu. Dan setiap kamar selalu dijaga kebersihannya.

Kamar mandi dilengkapi dengan ember dan gayung. Sedangkan ruang makannya berupa pondok semi terbuka yang berdiri di atas kanal buntu.

Anak-anak membawakan tarian-tarian lokal untuk menyambut tamu-tamu yang datang. Penyambutan terasa meriah dengan diiringi tambur dan suling. Dan keluarga Gaman akan menghibur tamu-tamu yang menginap dengan permainan ukulelenya.

Teluk Mayalibit menyimpan banyak rahasia alam dan tradisi di Kepulauan Raja Ampat yang jarang diketahui oleh wisatawan. Rahasia itu mulai terungkap sedikit demi sedikit sejak Kelompok Tani Hutan Waifoi di Distrik Tiploi Mayalibit membuka Saupon Mangrove Homestay pada tahun 2018.

Saupon Mangrove Homestay merupakan salah satu pionir dalam pengembangan ekowisata di Raja Ampat. Homestay ini adalah beberapa akomodasi awal yang dibangun di dalam hutan mangrove.

‘’Saya mendirikan homestay karena mengingat adik-adik belum memiliki pekerjaan,’’ ujar Zakarias Gaman, Ketua Kelompok Tani Hutan Waifoi. Dia bersama keluarganya juga tinggal di homestay.

Keberadaan homestay diharapkan dapat memberdayakan komunitas lokal. Sebagian keuntungan yang didapat dialokasikan untuk mendanai pendidikan anak-anak di Desa Waifoi. Tamu-tamu pun bisa turut menjadi bagian dari inisiatif ini dengan mengunjungi sekolah dan mengajar di sekolah dasar yang ada di desa.

Saupon Mangrove Homestay berjarak 90 hingga 100 menit perjalanan laut dari Waisai, ibukota Kabupaten Raja Ampat. Pada umumnya, tamu-tamu memilih tinggal selama 3 hari 2 malam.

‘’Itu cukup untuk menikmati semua atraksi di sana. Paling banyak tamu bule. Dari Perancis, Inggris, India, Korea. Sudah banyak negara di sana,’’ kata Zakarias.

Dia menerangkan, perairan di Teluk Mayalibit keruh karena lumpur. Oleh karena itu, hutan dan jungle trekking menjadi daya tarik dan aktivitas utama di sini. Snorkeling dan diving baru bisa dilakukan di luar teluk.

‘’Tapi di sini ada banyak sekali yang bisa kita lihat,’’ imbuhnya.

Homestay ini menerapkan inisiatif rendah karbon dengan tidak menggunakan penyejuk udara dan pemakaian listrik pada siang hari. Listrik tersedia pada malam hingga pagi hari. Aktivitas yang ditawarkan juga rendah karbon dan melibatkan tamu-tamu dalam upaya konservasi mangrove dan hutan.

Harga paket menginap all-in mulai dari Rp 2.800.000,00 per orang. Harga paket termasuk penjemputan dari Waisai dengan long boat atau speed boat, makan dan aktivitas selama menginap.

Tamu-tamu yang menginap di sini diharapkan untuk tidak mengotorinya dengan sampah. Apalagi sampah-sampah yang sekiranya sulit terurai dan tidak bisa diolah sendiri oleh pengelola homestay. Berada di jantung mangrove Raja Ampat, wisatawan bisa memaksimalkan quality time dengan mengobrol dan bersantai saat sepenuhnya berada dalam mode offline. ***(Yun Damayanti)



2 thoughts on “SAUPON MANGROVE HOMESTAY, HIDDEN GEM DI TELUK MAYALIBIT, RAJA AMPAT”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *