PERJALANAN EPIK DARI SAGARMATHA KE PULAU DEWATA

Tourism for Us – Dengan apa yang akan menantinya di Bali, wisatawan Nepal lalui semua rintangan.

Wisatawan bleisure asal Nepal baru mendarat di Bali.(Photo Courtesy: Eddie Tarsisius/Absolute Indonesia DMC)

Mereka tersenyum bersama pendaki dari seluruh dunia. Sementara para pendaki merayakan pencapaiannya menggapai titik tertinggi di muka bumi di Sagarmatha, mereka melihat ke arah lain. Mereka mencari garis putih keemasan dan warna biru tua yang terbentang di bawah sana.

Syukurlah, tidak ada seorangpun yang mendengar ketika mereka berbisik, ‘’I will go home safely. Then, going down with my love ones toward the end of the land. Where we can feel the warm breeze and enjoying sunny days. There is no avalanche to worry about. That would be my greatest achievement, to make my family happy.’’

Ada beberapa keinginan yang hendak diwujudkan yakni dapat melihat pura di Tanah Lot dan berada di Ubud. Kemudian bermain di pantai berpasir putih di Nusa Penida dan Gili Trawangan. Menurut berita, itu semua ada di Indonesia. Sebuah negeri kepulauan di ujung tenggara Benua Asia.

Maskapai Batik Air dan AirAsia menjawab persoalan mereka untuk mencapai Pulau Bali sekarang. Kedua maskapai penerbangan ini melayani rute Kathmandu-Kualalumpur-Denpasar. Dan tantangan mereka berikutnya adalah mendapatkan visa.

Indonesia tidak memberikan fasilitas perjalanan kepada Nepal. Saat ini, wisatawan Nepal bisa berkunjung ke Bali dengan menggunakan electronic visa (e-visa). Mereka harus mengajukan e-visa melalui agen penjamin di Indonesia. Agen penjamin itu yang akan mengajukan dan mengurus e-visa ke Imigrasi.

Wisatawan Nepal sangat menyukai pantai. Itu karena Nepal adalah negara landlock. Bali merupakan destinasi favoritnya. Selama berada di Pulau Dewata, mereka merasa wajib mengunjungi Tanah Lot, Ubud, dan Nusa Penida lalu shopping. Setelah itu ke Gili Trawangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Wisatawan Nepal rata-rata menghabiskan 5 hari 4 malam berlibur di Bali. Tidak sedikit dari mereka memanfaatkan kesempatan itu untuk reuni. Setelah sekian lama terpisah, mereka dapat berkumpul lagi dengan keluarga dan teman-temannya yang kini tinggal di Australia, Eropa dan Amerika.

Pulau Dewata ternyata juga menjadi tujuan perusahaan-perusahaan di Nepal mengirim karyawannya untuk mengikuti pelatihan ataupun menghadiri pertemuan-pertemuan bisnis. Setelah itu, mereka diberi kesempatan jalan-jalan. Durasi perjalanan bleisure lebih lama, rata-rata 7 hari 6 malam.   

‘’Saya mulai mempromosikan group series dari Nepal ke Bali sekitar tahun 2017. Pada waktu itu bersamaan dengan semakin banyak kunjungan wisatawan dari sana,’’ ujar Eddie Tarsisius, Managing Director Absolute Indonesia DMC.

Eddie menambahkan, issue terkait visa yang merepotkan. Dia berharap, pengajuan dan pengurusan visa dapat dilakukan melalui Kedutaan Besar RI di Bangladesh. Karena Indonesia tidak mempunyai perwakilan di Nepal.

‘’Yah, paling bagus kalau mereka juga dapat diberikan fasilitas visa on arrival (VOA),’’ katanya. 

Menurut data Asdep Litbangjakpar Kementerian Pariwisata yang diolah dari data Ditjen Imigrasi dan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan dari Nepal naik signifikan pada 2016 dengan total 11.589. Dan pada 2019 jumlah kunjungannya mencapai 14.912 wisatawan.

Selayang pandang pariwisata Nepal

Semua pendaki di dunia bermimpi dapat mencapai puncak Sagarmatha, atau yang dikenal dengan nama internasionalnya Mount Everest. Berada di tempat tertinggi di bumi (8.848 mdpl) merupakan capaian tertinggi sekaligus prestise bagi individu pendaki maupun bangsanya.

Pendaki berdatangan ke pegunungan Himalaya dari berbagai penjuru sejak Sir Edmund Hillary bersama pemandu Sherpa Tenzig Norgay berhasil mencapai puncak Everest untuk pertama kali pada 29 Mei 1953. Kehadiran para pendaki kemudian mengembangkan pariwisata pegunungan (mountaineering tourism) di Nepal.

Jumlah pendaki ke Himalaya terus bertambah setiap tahun. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas manusia di pegunungan maka beragam masalah pun bermunculan. Mulai dari meningkatnya resiko kecelakaan hingga polusi yang mencemari lingkungan dan mengancam kehidupan warga lokal.

Ancaman terbesar lainnya adalah ego manusia. Semua upaya dan sumber daya dikerahkan demi menggapai puncak. Setiap ekspedisi melibatkan puluhan orang. Dan itu sama artinya dengan membuka lapangan kerja dan menggerakan perekonomian.

1996 Mount Everest Disaster merenggut nyawa delapan pendaki. Itu merupakan kejadian paling mematikan ketiga setelah gempa tahun 2015 dan Everest avalanche pada 2014. Namun, malapetaka yang terjadi pada tahun 1996 mendapat perhatian luas secara internasional. Kejadian tersebut menimbulkan pertanyaan atas komersialisasi Mount Everest.

Menurut World Bank (3/6/2022), industri pariwisata berkontribusi 6,7% terhadap PDB Nepal pada 2019. Selain itu, pariwisata juga membuka lebih dari satu juta lapangan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan 80% dari lapangan pekerjaan tersebut berada di daerah-daerah paling terpencil. 

Nepal Tourism Statistics 2021 yang dirilis oleh Kementerian Kebudayaan, Pariwisata dan Penerbangan Sipil Nepal menyebutkan, dari seluruh wisatawan yang datang sepanjang 2020-2021, yang bertujuan trekking dan mountaineering hanya 10,3%. Sedangkan yang bertujuan untuk berlibur (leisure) sebesar 66,8%.

Meskipun begitu, Pemerintah Nepal tetap berupaya mengatur pariwisata pegunungannya dengan serius.

Keselamatan dan keamanan wisatawan, pendaki dan tim ekspedisi menjadi prioritas utama. Meningkatkan kualitas manajemen pengolahan limbah di gunung guna merawat alam dan lingkungan sekaligus meningkatkan kenyamanan pendaki dan menjaga kehidupan warga lokal juga sudah menjadi prioritas.

Pemerintah Nepal mengatur kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di pegunungan Himalaya yang berada di wilayahnya. Peraturan-peraturan itu wajib diketauhui dan dipatuhi oleh siapapun. Standar prosedur operasional yang menjadi standar mountaineering di berbagai belahan dunia pun dilaksanakan.

Sherpa, salah satu etnis di Nepal, terkenal dengan keahliannya mendaki puncak-puncak tertinggi di pegunungan Himalaya. Meskipun tidak semua orang Sherpa berprofesi sebagai pemandu gunung, tetapi rata-rata pemandu dalam ekspedisi Everest ialah orang Sherpa. Dan kearifan lokal Sherpa tersebut diorkestrasikan dengan standar operasional mountaineering yang berlaku secara internasional.

Karena wisatawan Nepal sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu di negaranya, ‘’Ya, mereka sangat memperhatikan standar pelayanan dan SOP safety juga ketika berada di sini,’’ pungkas Eddie.***(Yun Damayanti)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *